Movie

Migas Tiga Ipa 3 SMA 1 Lhokseumawe. Lets follow our Twitter @MIGASmansa :)

Selasa, 11 September 2012

Cerita Renungan Untuk Sahabat


“Maafkan aku,ibu..aku mencintaimu!”
Aku  membanting pintu kamar dengan keras. Tak peduli dengan suara ibu yang masih memanggil-manggil dari bawah. Aku benci ibu hari ini. Aku hanya minta dibelikan sebuah handphone karena telepon seluler ku sudah tidak bisa dipakai untuk browsing lagi. Tapi ibu, ayah dan semua keluargaku malah menceramahiku panjang lebar. Inilah, itulah, semua yang ujung-ujungnya mereka tak mau membelikannya untukku. Dengan harta mereka yang berlimpah ruah itu, apa salahnya mereka membelikanku satu telepon selluler? Ahh…
………
Jam menunjukkan pukul 06.00 ketika aku bangun pagi ini. Perutku terasa lapar,seharian aku tidak makan kemarin. Aku bangun dari tempat tidur dan bergegas mandi karena aku harus berangkat sekolah. Setelah semuanya siap, aku keluar dari kamar dan turun kebawah. Kulihat ibu sedang menata meja makan sambil tersenyum padaku. “selamat pagi sayang,,kamu sudah bangun,,ayo sini,,kita sarapan bersama.” Aku hendak berjalan menghampiri meja makan ketika tiba-tiba aku teringat kembali akan kejadian kemarin sore, ketika semua orang menceramahiku gara-gara hp yang aku minta. Selera makanku tiba-tiba hilang. Aku berbalik dan langsung berangkat sekolah tanpa sarapan. Bahkan aku tidak mau berpamitan pada ibu. Sayup-sayup kudengar suara ibu yang berpesan agar aku pulang sebelum makan siang. Aku memang pulang agak cepat hari ini karena ada rapat guru.
Disekolah aku menjalani hari-hari seperti biasa bersama teman-teman. Semuanya berjalan seperti biasanya sampai bel pulang pun berbunyi. Aku merogoh kantong seragamku karena tiba-tiba hp ku bergetar. Kulihat ada panggilan masuk dari ayah. Aku tidak mau mengangkatnya. Aku membiarkannya sampai getarnya berhenti sendiri. Kulihat ada 24 panggilan tak terjawab dari ayah,dan satu pesan dengan isi : tolong pulang secepatnya!. Aku  heran kenapa tiba-tiba ayah mengirimiku pesan seperti itu. Biasanya ayah tak pernah melakukannya. Apa mungkin……
Lamunanku buyar ketika tiba-tiba seorang temanku mengajak untuk bermain dulu sebelum pulang. Akupun ikut bersama mereka. Aku tak peduli dengan ibu dan ayah yang sudah menungguku dirumah. Kekesalanku tidak bisa dilupakan begitu saja. Toh menghabiskan waktu bersama teman-teman jauh lebih menyenangkan, pikirku..
------
Aku berjalan menyusuri jalan setapak menuju rumahku. Kulirik jam tanganku, sudah pukul 14.30. Semakin aku dekat, suasana hatiku semakin kacau. Bagaimana kalau ayah dan ibu marah? Apa yang harus kukatakan pada mereka? Tapi, bukankan ini salah mereka. Aku tidak akan marah dan pulang telat kalau mereka memenuhi permintaanku kemarin. Aku melangkah dengan ditemani lamunan-lamunan tentang apa yang kira-kira akan terjadi begitu aku tiba dirumah. Aku tidak akan tinggal diam. Kali ini aku akan menjawab jika mereka memarahiku. Tetapi, aku merasakan sesuatu yang aneh. Dari kejauhan, kulihat  banyak orang yang berkumpul di depan rumahku. Ada beberapa yang lalu lalang. Ada yang hanya diam dengan ekspresi yang sama sekali tidak aku mengerti. Langkahku terhenti begitu aku berada tepat didepan pintu rumahku. Ternyata orang-orang disini jauh lebih banyak daripada orang-orang yang kulihat tadi. Mereka melihatku dengan tatapan yang aku tidak mengerti. Sebagian dari mereka ada yang menangis, ada yang tampak menyesal, ada yang sedih, tapi tidak ada diantara mereka yang menunjukkan ekspresi bahagia. Aku baru mengerti ketika seorang tetanggaku menepuk pundakku dan berkata : “yang sabar ya nak..”
Aku berlari kedalam rumahku. Kulihat seorang wanita paruh baya yang sedang berbaring dengan mata tertutup dan dikelilingi oleh orang-orang yang sedang membacakan ayat-ayat al-Qur’an sambil menangis sesenggukan. Wanita itu tersenyum. Raut mukanya menggambarkan ketenangan. Wanita itu tak lain adalah ibuku. Seluruh tubuhku lemas, air mata keluar dengan sendirinya. Aku berhambur memeluk ibuku yang terbaring kaku. Aku menciuminya berkali-kali. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku menjerit-jerit seperti orang gila. Ayah dan keluargaku yang lain berusaha untuk menenangkanku. Aku mencaci maki mereka. Aku meyalahkan mereka kenapa aku tidak diberitahu sejak awal. Ayah menjawab dengan lemas “ayah sudah menghubungimu beberapa kali,tapi kamu tidak menjawab telepon. Kami tidak memakamkannya dulu karena menunggumu. Ibumu sudah meniggal 3 jam yang lalu”. Tangisanku kembali meledak. Orang-orang melihatku dengan tatapan penuh kasihan. Aku terus  menangis sampai aku tak sadarkan diri.
----
        Aku membuka mata perlahan-lahan. Kepalaku rasanya sangat berat. Sejenak kemudian aku tersadar aku sedang berada di kamar tidurku sendiri. Aku mencoba mengingat-ngingat apa yang terjadi, lalu aku menangis lagi. Aku merasa sangat bersalah. Aku tak sempat menyapanya hari ini. Aku juga tak sempat bersarapan bersamanya, bahka aku tidak mau pulang dan makan siang bersamanya. Aku tidak bisa memenuhi keinginan terakhirnya.
Lamunanku buyar ketika tiba-tiba pintu kamarku dibuka oleh ayah. Ayah masuk dan menyerahkan sesuatu sambil tersenyum. “selamat ulang tahun sayang.. ini hadiah dari ibumu. Dia ingin memberikannya saat makan siang, bahkan dia sudah memasak masakan kesukaanmu, tapi Tuhan berkata lain.. juga maafkan ayah dan ibumu karena sudah membuat mu marah kemarin’. Ayah keluar dan meninggalkan sebuah kotak hadiah pemberian ibu. Aku membuka kotak itu dengan tangan  gemetar dan air mata yang berlinang. Dan betapa terkejutnya aku, isi kotak itu adalah sebuah handphone dengan merk keluaran terbaru, yang bahkan di negeri ini saja hanya ada beberapa buah. Oh ibu, maafkan anakmu yang tak berguna ini. Aku sungguh menyesal. Ingin rasanya waktu kuputar kembali. Tapi itu tak mungkin. Kini ibu sudah tenang disana. Selamat jalan ibu……

Oleh : Meutuwah Ridhana (XI IPA 3)

1 komentar: