Tittle: RAIN IS HURT
Genre:
Straight
Author:
Shella
Rating:
family-angst-hurt-friendship-romance-guling2
-------
“Bagiku cinta itu seperti sebuah payung di saat hujan..Ketika hujan
berhenti mengguyur bumi, maka payung akan tergeletak begitu
saja..Sendiri..Sepi..Usang..”
.
.
.
TENG TENG
TENG!
Bel tanda pulang berdentang nyaring.
Para siswa-siswi Global High School berhamburan dari
kelas masing-masing.
Kecuali sekelompok gadis yang sedang berkumpul di
pojok kelas mereka.
Oh well.
Membicarakan masalah cinta lagi huh?
“Jadi
bagaimana? Kalian putus?” Tanya Vanesha mengernyitkan dahinya.
Andita menghela nafas.
Ia mencebilkan bibir merahnya diiringi suara decakan
lidah yang cukup keras.
“Tidak tahu,
yang jelas aku kesal!” Ujarnya.
Kiran hanya tersenyum kecil.
Ia menepuk lembut punggung sahabatnya itu.
“Jangan
terlalu cepat mengambil keputusan, Dita, kau juga harus mengerti kalau Galuh
masih membutuhkanmu”
“Apanya? Dia
punya banyak fans, dia disukai semua
orang, aku tidak peduli!”
“Tapi ini
beda, Dit, kau kekasihnya”
“Uh yah, aku
kekasih paling cuek sedunia”
“Hmm, mungkin
saja ada ‘something special’ pada
dirimu yang disukainya?”
“Misalnya?”
“Apa saja,
yang tidak kau sadari”
Oh guess -__-
Gadis manis itu menghela nafasnya.
Ia menjulurkan lidahnya kepada Kiran.
“Dari pada kau
menceramahiku, kurasa lebih baik kau meluangkan waktu untuk mencari kekasih, Kiran
Yuanka”
“APA?”
Vanesha tertawa geli.
Ia mengangguk dan mengangkat ibu jarinya tanda setuju.
Kiran segera mempoutkan bibir ranumnya.
Ketiga gadis itu segera meraih tas masing-masing dan
beranjak keluar kelas.
Kiran melirik ke arah Andita.
Kemudian ia berucap sekali lagi.
“Ingat, Andita
Miransha! Jangan terlalu cepat memutuskan! Atau kau akan menyesal!”
Andita hanya mengangguk malas.
Lengkung bibir tipisnya menarik seulas senyum sendu.
Ah, menjadi seorang kekasih dari kapten tim basket
sekolah memang menyebalkan.
-------
Gadis cantik itu mendorong troli-nya perlahan.
Mata beningnya menjelajah makanan-makanan ringan di
supermarket itu.
Um.
Bibirnya mengerucut lucu.
“Ramen ramen
ramen~” Gumamnya menunduk.
SRET!
DEG!
Kiran terkejut.
Mata beningnya sontak membesar saat ada jemari tegas
yang menyentuh ramen yang hendak diambilnya.
Membuat kedua tangan mereka saling bersentuhan.
Gadis cantik itu mengangkat wajahnya.
Dan detik itu juga rona merah menyemburat di pipinya.
Gosh!
Lelaki yang berdiri di hadapannya saat ini benar-benar
tampan!
“Ambil saja,
aku bisa mengambil yang lain”
Dan oh, suara lelaki tampan itu benar-benar tegas dan
nge-bass!
Kiran membuka mulutnya seperti orang bodoh.
“Maaf?”
DEG!
Gadis cantik itu segera tersentak saat lelaki tampan
bermata tajam itu mengibaskan tangannya di hadapan wajah cantiknya.
Ya tuhan, Kiran menunduk malu sekarang.
“T-Terima
kasih” Bisik Kiran lirih.
Lelaki tampan itu terkekeh geli melihat ekspresi malu gadis
cantik yang berdiri di hadapannya saat ini.
Membuat jantung Kiran semakin berdebar keras.
Mata beningnya mengerjap cepat.
Oh my.
Kiran masih setia dalam posisinya.
Ia terdiam memperhatikan lelaki tampan yang sudah
berjalan menjauh itu.
Gosh.
Apa yang terjadi padanya?
Kenapa jantungnya berdebar begitu keras seolah akan
lepas dari tempatnya?
“Tampan
sekali..” Lirih Kiran nyaris tidak terdengar.
Gadis cantik itu mengulas senyum kecilnya.
Ia bisa merasakan wajahnya menghangat.
TAP TAP
TAP.
Kiran mendongakkan wajahnya perlahan.
Mengintip keluar jendela supermarket.
Ah, lelaki tampan itu sudah pergi.
“Total
semuanya 30.000 Rupiah”
“…”
“TOTAL
SEMUANYA 30.000 Rupiah!”
“EH?!”
Kiran tersentak kaget.
Ia segera mengalihkan pandangannya dari jendela.
Memandang sang kasir yang memasang wajah kesal.
Kiran membungkuk minta maaf.
Ia segera mengeluarkan dompetnya.
TIK
TIK
TIK
ZZZRRRSSSHHHH..
Gadis cantik itu membulatkan mata beningnya.
Ia melotot memperhatikan jendela.
OH GOSH!! HUJAN!!
“Maaf, apa
disini menjual payung?” Tanya Kiran pelan.
Kasir itu menggeleng.
Membuat Kiran menghela nafas panjang.
Well right, rumahnya sekitar dua blok dari supermarket
ini.
Dan itu tandanya kalau ia pulang sekarang maka ia akan
berbasah-basahan.
Tapi kalau ia menunggu sampai hujan reda, Ibunya pasti
akan memarahinya.
Argh.
“Terima kasih”
Kasir itu mengangguk.
Ia kembali melayani pelanggan yang lain.
Mengacuhkan Kiran yang berdiri di luar supermarket.
Dahinya mengernyit.
Masih menimbang-nimbang apakah ia akan menerobos hujan
atau tidak.
“Hufff”
Kiran mencoba yakin.
Ia memantapkan genggamannya pada plastik supermarket
dan bersiap untuk berlari.
“1, 2, 3!”
DRAP DRAP
DRAP!
Kiran berlari kencang.
Mata beningnya tampak menyipit lucu.
Satu tangannya berada di depan mata, melindungi
pandangannya dari hujan deras yang mengguyur.
Terlalu dingin, Kiran tidak tahan.
Ia melirik halte bus yang ada di depan taman kota.
Gadis cantik itu segera berbelok ke sana dan berteduh
sesegera mungkin.
“Aisshhhh!
Sepertinya memang harus menunggu hujan reda!” Omel Kiran kesal.
“Yup,
sepertinya kita berdua harus menunggu sampai hujannya selesai”
DEG!
Kiran tersentak kaget.
Sontak ia segera mengalihkan pandangannya ke samping.
Menaikkan alisnya memandang lelaki tampan yang
ditemuinya barusan.
Dan, gosh! Lelaki itu tersenyum lebar!
Memperlihatkan deretan giginya yang rapi.
Kiran merasa wajahnya menghangat sekarang.
“Kudengar
kalau dua orang yang saling tidak mengenal bertemu dalam keadaan yang sama
sekali tidak direncanakan sebanyak dua kali, mereka adalah jodoh” Ujar lelaki
tampan itu.
Eoh?
Kiran tersenyum geli.
“Oh ya?
Setahuku itu tiga kali”
“Bagiku dua
kali”
DEG DEG
DEG.
Kiran terdiam.
Hanya wajahnya yang terlihat semakin memerah.
Lelaki tampan itu terkekeh geli sekarang.
Kemudian ia menyodorkan tangannya.
“Namaku Arif
Pramudya Ginanjar”
“Ki-Kiran, Kiran
Yuanka”
Arif tersenyum.
Ia berdiri di samping Kiran dan mendongak
memperhatikan rintikan hujan yang mulai mereda.
Lelaki tampan itu menunduk sejenak.
Kemudian ia menyerahkan sebuah payung kepada Kiran.
Membuat gadis cantik itu mengernyitkan dahinya.
“Tadi aku
bertemu dengan temanku, dan dia membawa dua payung, kau boleh pinjam payungnya”
Ujar Arif.
“Kalau begitu,
untuk apa kau berteduh?” Tanya Kiran bingung.
“Tadi ponselku
bunyi, makanya aku berdiri di sini”
“Tapi..Kalau
payungnya kupakai, kau bagaimana?”
“Tidak perlu
memikirkan aku, aku akan baik-baik saja, lagi pula rumahku tidak jauh dari
sini”
“Um..”
Kiran masih terlihat ragu.
Sementara lelaki tampan itu menarik tangan Kiran dan
menggenggamkan payung tersebut di tangan gadis cantik itu.
“Kau bisa
mengembalikan payungnya kalau suatu saat nanti kita bertemu lagi” Ucap Arif.
“Kau sekolah
di mana?” Balas Kiran bertanya.
Hmp.
Lelaki tampan itu tersenyum kecil.
“Kalau aku
memberitahumu kau pasti akan mengantarkan payung itu ke sekolahku ania?
Bukankah sudah kukatakan padamu? Kau bisa mengembalikannya kalau kita bertemu
lagi”
Kiran masih mengernyitkan dahinya.
Kemudian ia menunduk.
Memperhatikan belanjaannya.
“Mm, baiklah,
kalau begitu aku duluan”
“Berhati-hatilah!”
“Terima kasih!”
Lelaki tampan itu tidak menyahut lagi.
Ia hanya tersenyum manis memperhatikan punggung mungil
yang semakin menjauh itu.
Ah, Arif terkekeh geli sekarang.
-------
“Kiran Yuanka sudah
gila”
Vanesha mengangguk setuju.
Ia ikut menatap Kiran bersama Andita.
Kedua sahabat baik itu saling mengerutkan dahi
masing-masing.
Kemudian mereka mendongak, menatap langit yang
terlihat cerah dari jendela kelas.
“Sudah
seminggu ini hujan tidak turun, cuacanya selalu cerah” Ujar Vanesha.
“Hmmm” Gumam Kiran
pelan.
“Kenapa kau
terus membawa payung, Kiran?” Tanya Andita.
Gadis cantik itu terkekeh manis.
Ia menekan kedua pipinya yang memerah.
Membuat kedua sahabatnya segera duduk di hadapannya.
“Kurasa aku
jatuh cinta” Bisik Kiran pelan.
“APAAA?!”
Teriak Andita dan Vanesha bersamaan.
Gadis cantik itu terus terkekeh kecil.
Mengacuhkan ekspresi kaget dari kedua gadis yang duduk
di hadapannya saat ini.
“Kalian ingat
hari selasa minggu yang lalu?” Tanya Kiran.
Vanesha dan Andita mengangguk.
“Waktu itu
hujan deras, hehehe”
“Lalu?”
“Aku bertemu
dengan seorang lelaki tampan di halte bus, dan dia meminjamkan aku payungnya~”
“Eoh? Bukankah
itu aneh? Kalian sama sekali tidak saling mengenal, tapi ia mau meminjamkan
payungnya untukmu, apa kau tidak curiga?”
“Aku
mengenalnya! Dia bernama Arif Pramudya Ginanjar!”
“Itu saja?
Siswa sekolah mana dia?”
Kiran mempoutkan bibirnya.
“Ia tidak
memberitahuku, karena ia ingin aku mengembalikan payung ini di pertemuan ketiga
yang tidak kami rencanakan”
“Jadi karena
itu kau selalu membawa payung kemana-mana? Aahhh~~!”
Kiran mengangguk polos.
Ia memasang senyuman terbaiknya.
“Aku jadi
ingin bertemu dengan lelaki yang kau ceritakan itu” Ucap Vanesha pelan.
Andita mengangguk seraya tertawa kecil.
“Ayo, kita
pulang, sudah sore” Ajak Kiran.
Kedua namja itu segera mengangguk.
Mereka mengambil tas dan berjalan beriringan.
“Kalian mau
main ke rumahku dulu ania? Aku baru saja membeli video game yang baru” Ujar Andita.
Kiran menggeleng.
Membuat Vanesha menaikkan alisnya.
“Aku ingin ke
supermarket”
“Lagi?”
“Kenapa?”
“Belakangan
ini kau sering sekali mampir ke tempat itu, Kiran”
Hmp.
Gadis cantik itu tidak menyahut.
Ia hanya tersenyum manis dan mengeratkan tas selempangnya.
Kiran menepuk bahu Vanesha dan Andita pelan.
Kemudian ia berlari sambil menggenggam payung berwarna
hitam itu.
“Perasaanku
mengatakan kalau aku akan bertemu dengannya lagi disana!” Teriak Kiran tertawa.
Membuat Vanesha dan Andita saling menatap satu sama
lain.
Oh well.
-------
BRUKK!
Kiran mendesah pendek.
Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuknya.
Ah, perasaannya sedang buruk saat ini.
Ia kesal karena tidak bertemu lagi dengan Arif sejak
saat itu.
Apa jangan-jangan lelaki tampan itu sebenarnya tidak
nyata?
Tapi bagaimana caranya dia membayar belanjaannya di
supermarket waktu itu?
Kiran menghembuskan nafas.
Ia memiringkan wajahnya dan meraih ponselnya yang
bergetar pelan.
Ah, ada pesan masuk.
PIK!
‘From: 0896xxxxxxxx
Hello,
Kiran’
Eoh?
Kiran mengerutkan dahinya.
Ia segera mengetik balasan.
‘To: 0896xxxxxxxx
Siapa?’
Gadis cantik itu mendesah pendek untuk yang kedua
kalinya.
Ia berbalik dan membuka pesan yang baru saja masuk
itu.
‘From: 0896xxxxxxxx
Selasa.
Hujan.
Payung.’
SSRAK!
Kiran segera beranjak dari baringnya.
Mata beningnya membulat.
Menatap tidak percaya kalimat yang ada.
Ia segera mengirimkan balasan.
‘To: 0896xxxxxxxx
Arif?!
Dari mana kau tahu nomor ponselku??’
DEG DEG
DEG.
Gadis cantik itu menyentuh pelan dada kirinya.
Merasakan debaran jantungnya yang semakin mengencang.
Oh gosh.
PIK!
‘From: 0896xxxxxxxx
Kalau
kukatakan dari rintikan hujan, apakah kau akan percaya?’
Hmp.
Kiran tersenyum geli.
Ia terkekeh sendiri dan hendak mengetik balasan.
Namun gerakannya terhenti ketika nomor itu memanggil
ponselnya.
Gadis cantik itu terdiam.
Sedetik kemudian ia tersadar dan segera mengangkat
telepon itu.
“Kenapa lama sekali?”
“Ma-Maaf, aku
gugup”
“Eoh? Kau lucu sekali, hehehehe”
“U—Um..”
“Apa kau sedang sibuk?”
“Tidak, kenapa?
Kau ingin aku mengembalikan payungmu sekarang?”
“HAHAHAHAHA”
“Kenapa kau
malah tertawa?”
“Kau benar-benar pengingat yang hebat”
“Itu karena
aku selalu membawa payungmu kemana pun aku pergi!”
“Hmm, baiklah, kau bisa mengembalikannya
kepadaku besok”
“Dimana?”
“Inter
High School”
“I-Inter??”
KLIK.
Eoh?
Kiran
mengernyitkan dahinya.
Arif
sengaja memutuskan sambungan teleponnya!
Aish!
Gadis
cantik itu menggeram gemas.
Ia
melirik ponselnya cukup lama.
Sampai
kemudian bibir ranumnya berucap lirih.
“Bukankah itu sekolah elit khusus anak-anak
kalangan atas? Ya tuhan!”
-------
“Kau
benar-benar menungguku?”
Kiran tersenyum kecil.
Jujur saja, sejak tadi ia merasa risih saat beberapa
siswa-siswi dari sekolah elit itu melirik ke arahnya.
Gadis cantik itu segera menyerahkan payung hitam itu
kepada Arif.
“Terima kasih
untuk payungnya”
“Sama-sama”
“…”
“Kau ada acara
setelah ini?”
“Kenapa?”
“Aku ingin
pergi ke taman bermain, ayo!”
“E—EH?”
Kiran segera membuka mulutnya hendak berteriak untuk
menolak.
Namun suaranya tertelan saat Arif membuka pintu mobil
mewah itu dan mendorongnya masuk ke dalam.
“Jalan!”
Perintah Arif kepada supirnya.
Kiran terdiam.
Jantungnya berdebar-debar.
Gosh.
Vanesha dan Andita pasti akan heboh kalau mereka tahu
ia sedang berada di dalam mobil mewah bersama seorang siswa dari sekolah Inter!
Lelaki tampan itu tidak banyak bicara dalam
perjalanan.
Membuat Kiran ikut membungkam.
Keduanya saling merapatkan bibir sampai mobil tersebut
berhenti di depan pintu masuk taman bermain.
BLAM!
Kiran merasakan kepalanya pusing.
Ia baru saja menginjakkan kaki di tanah tapi Arif
sudah menarik tangannya dan berlari masuk ke dalam.
Gadis cantik itu mengeratkan genggamannya di tangan Arif
agar tidak terlepas.
“Kau mau naik
apa?” Tanya Arif tersenyum.
“Itu” Sahut Kiran
menunjuk wahana Roller Coaster.
Arif mengangguk.
Mereka segera berlari bersama menuju wahana tersebut.
“Hei! Kita
belum membayar tiket!” Teriak Kiran panik.
Lelaki tampan itu tertawa kecil.
“Santai saja,
tempat ini milik keluargaku”
YA TUHAN.
Ia benar-benar anak orang kaya!
Gadis cantik itu kembali merapatkan bibirnya.
Ia hanya pasrah saat petugas taman bermain memasangkan
safety belt di pinggangnya.
Wahana itu mulai bergerak perlahan.
Kiran menolehkan wajahnya menatap Arif.
“Dari siapa
kau mendapat nomor ponselku?”
“Kau
benar-benar ingin tahu?”
“Um!”
“Baiklah,
adikku satu sekolah denganmu, dia ketua tim basket”
“APA? Galuh? Galuh
Prassanjaya Ginanjar adalah adikmu?!”
“Kau tertipu olehnya,
dia bukan siswa beasiswa terpilih, tapi siswa pindahan dari sekolahku”
“Tapi---”
“Lebih baik
kau berhenti bicara dan tutup mulutmu, Kiran”
“Kena---WWWWUUUUUAAAAAA!!!!”
Lelaki tampan itu tertawa geli saat wahana itu menukik
tajam ke bawah.
Ia menikmati teriakan lantang dari gadis cantik yang
duduk di sampingnya ini.
Mata tajam Arif menyipit.
Ia benar-benar merasa bahagia sekarang.
-------
“Bagaimana
kalau kita naik itu?”
Kiran menoleh.
Menatap wahana bianglala raksasa yang terletak di
ujung taman.
Ia mengangguk dan tersenyum manis.
Arif kembali menggandeng tangannya.
Membuat jantungnya kembali memberontak.
CKLEK!
Pintu wahana tertutup rapat.
Kiran dan Arif saling duduk berhadapan.
Keduanya masih terdiam.
Sampai kemudian gadis cantik itu mendongakkan
wajahnya.
Memperhatikan langit yang mulai gelap.
Mendung.
“Payungmu”
Ujar Kiran menyerahkan payung itu.
Arif tersenyum.
“Untukmu saja”
Sahutnya pelan.
Eoh?
“Bukankah
payung itu milik tem---”
“Payung itu
memang milikku”
“…”
“Aku sengaja
memberikannya kepadamu waktu itu”
Kiran terdiam.
Mata beningnya bergerak pelan.
Wahana mulai bergerak turun ke bawah.
Diiringi dengan rintikan hujan yang bergulir.
“Hari apa
sekarang?” Tanya Arif pelan.
Kiran bergumam lirih.
Nyaris tidak terdengar.
“Selasa..”
CUP.
Mata bening itu refleks terpejam saat Arif
mencondongkan tubuhnya ke depan dan mengecup lembut bibir cherry gadis cantik
itu.
Lama mereka saling berciuman.
Sampai kemudian wahana besar itu berhenti tepat di
tempatnya semula dan hujan semakin mengguyur deras.
Mata Kiran mengerjap.
Wajahnya tampak memerah dengan bibirnya yang basah.
Ia menatap Arif yang balas menatapnya tajam.
Gadis cantik itu hendak menarik senyumnya.
Namun lengkungan itu terhenti ketika pintu wahana
terbuka dengan kasar.
Kiran dan Arif tersentak kaget.
Mereka menatap sesosok gadis berambut hitam yang
mengenakan seragam yang sama dengan Arif.
“APA YANG
KALIAN LAKUKAN DISINI EOH?!”
Kiran terdiam.
Ia bingung dengan apa yang terjadi.
“KAU!! SIAPA
KAU? APA KAU MAU MEREBUT TUNANGANKU EOH?!” Bentak yeoja itu menatap Kiran.
DEG.
Gadis cantik itu tersentak kaget.
Mata beningnya membulat sempurna.
Ia menoleh memandang Arif.
“Tu-Tunangan?”
Bisiknya lirih.
Hatinya mulai terasa sakit.
Perih.
Kepingan rasa-nya mulai meretak pelan.
“Jangan
dengarkan dia, Kiran Yuanka, kami---”
“Diam kau Arif!
Awas! Akan kuadukan kau kepada Paman! Berani-beraninya kau berselingkuh di belakangku!”
Arif membuka mulutnya hendak menyahut.
Namun suaranya hilang saat Kiran beranjak dari wahana
itu dan menubruk kasar bahu gadis cantik itu.
Kiran berlari dari sana.
Ia terisak keras di tengah derasnya guyuran hujan.
Tangisnya tumpah.
Hatinya hancur berkeping-keping.
Hujan yang selama ini dianggapnya indah di hari
Selasa, buyar tanpa bekas.
-------
Kiran terlihat sangat tidak bersemangat hari ini.
Wajahnya muram.
Matanya berkantung.
Aura suram menyeruak dari punggungnya.
Membuat siapa saja yang berada di dekatnya ingin
menjauh.
“Kau harus
tegar, Kiran Yuanka” Ujar Andita pelan.
“Andita benar,
lagi pula, bukankah kalian berdua hanya sebatas peminjam-dan pemberi pinjaman
payung?” Sambung Vanesha.
Andita mendelikkan mata sipitnya.
Vanesha segera menjulurkan lidahnya.
Kiran menggumam tidak jelas.
Ia menenggelamkan wajahnya di balik tas selempangnya.
“Kalau dari
awal dia memang tidak menyukaiku..Kenapa dia memberi payung itu kepadaku?
Kenapa dia mencari nomor ponselku? Dan kenapa dia menciumku? Apa dia ingin
membuatku tenggelam dalam sebuah harapan palsu?” Bisik Kiran lirih.
Suara merdunya terdengar bergetar dan serak.
Andita menganggukkan kepalanya.
Sementara Vanesha menggelengkan kepalanya.
Kiran tidak peduli.
Ia menggigit bibir bawahnya mencoba menahan tangis.
“Aku memang
ingin jatuh cinta, Nesh, Dit..Tapi bukan rasa sakit seperti ini yang
kuharapkan!”
“Kau bisa
belajar dari apa yang sudah terjadi Kiran Yuanka, jangan pernah menyukai
seseorang sebelum kau mengenal siapa orang itu”
“Bagaimana
kalau aku sudah jatuh cinta padanya sejak pertama kali menatap wajahnya? Apa
itu salah?”
Hening.
Tidak terdengar sahutan apa pun lagi.
Kiran mendesah panjang.
Ia beranjak dari duduknya dan berjalan menjauhi kedua
sahabatnya.
Gadis cantik itu terus melangkahkan kakinya sampai ke
depan gerbang sekolah.
Ia mendongak.
Langit hari ini tampak kelabu.
Gelap.
Mendung.
Kemudian rintikan mungil berjatuhan dari atas.
Gerimis.
Kiran menghembuskan nafas panjang.
Ia benci hujan.
Sangat benci.
Rain is
Hurt..
Really.
Gadis cantik itu memutuskan untuk segera pulang ke
rumah.
Namun langkahnya terhenti ketika mata beningnya
menangkap bayang sesosok lelaki tampan yang berdiri di depan gerbang.
Mata bening Kiran bergerak pelan.
Walau lelaki tampan itu berdiri membelakanginya, ia
tahu siapa yang berambut cokelat seperti itu.
Postur tubuh itu, dan seragam khas itu.
TAP!
Kiran memutuskan untuk acuh.
Ia berjalan cepat dari gerbang.
Belum jauh ia melangkah, langkahnya terhenti ketika
pergelangan tangannya digenggam erat oleh jemari tegas milik lelaki tampan itu.
Kiran berhenti di tempat.
Tapi ia tidak menoleh.
“Apa lagi?”
Ujar Kiran sinis.
Lelaki tampan itu berjalan menghampiri Kiran.
Ia berhenti tepat di hadapan gadis cantik itu.
Menabrak mata bening yang bulat itu dengan matanya
yang tajam.
“Aku minta
maaf soal kemarin” Ucap Arif.
Heh.
Kiran tersenyum kecut.
“Aku sudah
melupakan masalah kemarin, tenang saja”
“Aku juga
ingin bilang, kalau wanita itu bukan tunanganku, ia hanya teman masa kecil yang
ter-obsesi denganku, Kiran”
“Lalu? Apa
hubungannya denganku? Kenapa aku harus tahu?”
“Karena aku
mencintaimu”
DEG.
Mata bening Kiran bergerak pelan.
Bola mata yang bulat itu terlihat menggenangkan tetes
bening yang mulai menyeruak.
Gerimis berganti menjadi rintikan deras.
Sampai kemudian berubah menjadi hujan.
Kiran mengerjapkan matanya.
Membiarkan air matanya bercampur dengan tetes hujan
yang membasahi wajahnya.
“Bagiku
cinta itu seperti sebuah payung di saat hujan..Ketika hujan berhenti mengguyur
bumi, maka payung akan tergeletak begitu saja..Sendiri..Sepi..Usang..”
“Maka aku akan
selalu berusaha menciptakan hujan, dimana pun kau berada”
“Kau pikir kau
seorang dewa huh?”
Arif menggeleng.
Ia tersenyum kecil.
Jemarinya terulur mengusap lembut pipi Kiran.
Menyeka tetes bening hangat yang bergulir dari kedua
matanya yang indah.
“Atau aku akan
tetap membawa payung bersamaku kemana pun aku pergi, menjaganya agar tidak
sendiri..Agar tidak kesepian..Dan agar tidak usang..”
“Hiks..”
Lelaki tampan itu mengecup lembut dahi Kiran.
Gadis cantik itu memejamkan matanya perlahan.
Ia meringis saat Arif memeluknya dengan erat.
Memberinya secercah kehangatan dari dingin yang
menusuk tulang.
Kiran menyurukkan wajahnya di pundak Arif.
Jemarinya mencengkram erat punggung lelaki tampan itu.
“Hujan hari
ini terasa lebih indah dari pada hujan-hujan yang sebelumnya” Gumamnya pelan.
Arif menarik senyum kecilnya.
Ia menunduk dan mengecup lembut tengkuk gadis cantik
itu.
Kemudian ia memejamkan matanya sejenak.
Rain is
hurt..
Rain is
hurt..
Rain is
not hurt..
END.
By: Shella.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar