Movie

Migas Tiga Ipa 3 SMA 1 Lhokseumawe. Lets follow our Twitter @MIGASmansa :)

Sabtu, 06 Oktober 2012

//CERPEN: RAIN IS HURT//


Tittle: RAIN IS HURT
Genre: Straight
Author: Shella
Rating: family-angst-hurt-friendship-romance-guling2


-------


  “Bagiku cinta itu seperti sebuah payung di saat hujan..Ketika hujan berhenti mengguyur bumi, maka payung akan tergeletak begitu saja..Sendiri..Sepi..Usang..”

.
.
.

TENG TENG TENG!


Bel tanda pulang berdentang nyaring.
Para siswa-siswi Global High School berhamburan dari kelas masing-masing.
Kecuali sekelompok gadis yang sedang berkumpul di pojok kelas mereka.
Oh well.
Membicarakan masalah cinta lagi huh?

  “Jadi bagaimana? Kalian putus?” Tanya Vanesha mengernyitkan dahinya.

Andita menghela nafas.
Ia mencebilkan bibir merahnya diiringi suara decakan lidah yang cukup keras.

  “Tidak tahu, yang jelas aku kesal!” Ujarnya.

Kiran hanya tersenyum kecil.
Ia menepuk lembut punggung sahabatnya itu.

  “Jangan terlalu cepat mengambil keputusan, Dita, kau juga harus mengerti kalau Galuh masih membutuhkanmu”

  “Apanya? Dia punya banyak fans, dia disukai semua orang, aku tidak peduli!”

  “Tapi ini beda, Dit, kau kekasihnya”

  “Uh yah, aku kekasih paling cuek sedunia”

  “Hmm, mungkin saja ada ‘something special’ pada dirimu yang disukainya?”

  “Misalnya?”

  “Apa saja, yang tidak kau sadari”

Oh guess -__-

Gadis manis itu menghela nafasnya.
Ia menjulurkan lidahnya kepada Kiran.

  “Dari pada kau menceramahiku, kurasa lebih baik kau meluangkan waktu untuk mencari kekasih, Kiran Yuanka”

  “APA?”

Vanesha tertawa geli.
Ia mengangguk dan mengangkat ibu jarinya tanda setuju.
Kiran segera mempoutkan bibir ranumnya.

Ketiga gadis itu segera meraih tas masing-masing dan beranjak keluar kelas.

Kiran melirik ke arah Andita.
Kemudian ia berucap sekali lagi.

  “Ingat, Andita Miransha! Jangan terlalu cepat memutuskan! Atau kau akan menyesal!”

Andita hanya mengangguk malas.
Lengkung bibir tipisnya menarik seulas senyum sendu.

Ah, menjadi seorang kekasih dari kapten tim basket sekolah memang menyebalkan.


-------


Gadis cantik itu mendorong troli-nya perlahan.
Mata beningnya menjelajah makanan-makanan ringan di supermarket itu.
Um.
Bibirnya mengerucut lucu.

  “Ramen ramen ramen~” Gumamnya menunduk.


SRET!


DEG!


Kiran terkejut.
Mata beningnya sontak membesar saat ada jemari tegas yang menyentuh ramen yang hendak diambilnya.
Membuat kedua tangan mereka saling bersentuhan.

Gadis cantik itu mengangkat wajahnya.
Dan detik itu juga rona merah menyemburat di pipinya.

Gosh!

Lelaki yang berdiri di hadapannya saat ini benar-benar tampan!

  “Ambil saja, aku bisa mengambil yang lain”

Dan oh, suara lelaki tampan itu benar-benar tegas dan nge-bass!
Kiran membuka mulutnya seperti orang bodoh.

  “Maaf?”


DEG!


Gadis cantik itu segera tersentak saat lelaki tampan bermata tajam itu mengibaskan tangannya di hadapan wajah cantiknya.
Ya tuhan, Kiran menunduk malu sekarang.

  “T-Terima kasih” Bisik Kiran lirih.

Lelaki tampan itu terkekeh geli melihat ekspresi malu gadis cantik yang berdiri di hadapannya saat ini.
Membuat jantung Kiran semakin berdebar keras.
Mata beningnya mengerjap cepat.
Oh my.

Kiran masih setia dalam posisinya.
Ia terdiam memperhatikan lelaki tampan yang sudah berjalan menjauh itu.
Gosh.
Apa yang terjadi padanya?
Kenapa jantungnya berdebar begitu keras seolah akan lepas dari tempatnya?

  “Tampan sekali..” Lirih Kiran nyaris tidak terdengar.

Gadis cantik itu mengulas senyum kecilnya.
Ia bisa merasakan wajahnya menghangat.


TAP TAP TAP.


Kiran mendongakkan wajahnya perlahan.
Mengintip keluar jendela supermarket.
Ah, lelaki tampan itu sudah pergi.

  “Total semuanya 30.000 Rupiah”

  “…”

  “TOTAL SEMUANYA 30.000 Rupiah!”

  “EH?!”

Kiran tersentak kaget.
Ia segera mengalihkan pandangannya dari jendela.
Memandang sang kasir yang memasang wajah kesal.
Kiran membungkuk minta maaf.
Ia segera mengeluarkan dompetnya.


TIK

TIK

TIK


ZZZRRRSSSHHHH..


Gadis cantik itu membulatkan mata beningnya.
Ia melotot memperhatikan jendela.

OH GOSH!! HUJAN!!

  “Maaf, apa disini menjual payung?” Tanya Kiran pelan.

Kasir itu menggeleng.
Membuat Kiran menghela nafas panjang.
Well right, rumahnya sekitar dua blok dari supermarket ini.
Dan itu tandanya kalau ia pulang sekarang maka ia akan berbasah-basahan.
Tapi kalau ia menunggu sampai hujan reda, Ibunya pasti akan memarahinya.
Argh.

  “Terima kasih”

Kasir itu mengangguk.
Ia kembali melayani pelanggan yang lain.
Mengacuhkan Kiran yang berdiri di luar supermarket.
Dahinya mengernyit.
Masih menimbang-nimbang apakah ia akan menerobos hujan atau tidak.

  “Hufff”

Kiran mencoba yakin.
Ia memantapkan genggamannya pada plastik supermarket dan bersiap untuk berlari.

  “1, 2, 3!”


DRAP DRAP DRAP!


Kiran berlari kencang.
Mata beningnya tampak menyipit lucu.
Satu tangannya berada di depan mata, melindungi pandangannya dari hujan deras yang mengguyur.

Terlalu dingin, Kiran tidak tahan.

Ia melirik halte bus yang ada di depan taman kota.
Gadis cantik itu segera berbelok ke sana dan berteduh sesegera mungkin.

  “Aisshhhh! Sepertinya memang harus menunggu hujan reda!” Omel Kiran kesal.

  “Yup, sepertinya kita berdua harus menunggu sampai hujannya selesai”


DEG!


Kiran tersentak kaget.
Sontak ia segera mengalihkan pandangannya ke samping.
Menaikkan alisnya memandang lelaki tampan yang ditemuinya barusan.
Dan, gosh! Lelaki itu tersenyum lebar!
Memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

Kiran merasa wajahnya menghangat sekarang.

  “Kudengar kalau dua orang yang saling tidak mengenal bertemu dalam keadaan yang sama sekali tidak direncanakan sebanyak dua kali, mereka adalah jodoh” Ujar lelaki tampan itu.

Eoh?

Kiran tersenyum geli.

  “Oh ya? Setahuku itu tiga kali”

  “Bagiku dua kali”


DEG DEG DEG.


Kiran terdiam.
Hanya wajahnya yang terlihat semakin memerah.
Lelaki tampan itu terkekeh geli sekarang.
Kemudian ia menyodorkan tangannya.

  “Namaku Arif Pramudya Ginanjar”

  “Ki-Kiran, Kiran Yuanka”

Arif tersenyum.
Ia berdiri di samping Kiran dan mendongak memperhatikan rintikan hujan yang mulai mereda.
Lelaki tampan itu menunduk sejenak.
Kemudian ia menyerahkan sebuah payung kepada Kiran.
Membuat gadis cantik itu mengernyitkan dahinya.

  “Tadi aku bertemu dengan temanku, dan dia membawa dua payung, kau boleh pinjam payungnya” Ujar Arif.

  “Kalau begitu, untuk apa kau berteduh?” Tanya Kiran bingung.

  “Tadi ponselku bunyi, makanya aku berdiri di sini”

  “Tapi..Kalau payungnya kupakai, kau bagaimana?”

  “Tidak perlu memikirkan aku, aku akan baik-baik saja, lagi pula rumahku tidak jauh dari sini”

  “Um..”

Kiran masih terlihat ragu.
Sementara lelaki tampan itu menarik tangan Kiran dan menggenggamkan payung tersebut di tangan gadis cantik itu.

  “Kau bisa mengembalikan payungnya kalau suatu saat nanti kita bertemu lagi” Ucap Arif.

  “Kau sekolah di mana?” Balas Kiran bertanya.

Hmp.

Lelaki tampan itu tersenyum kecil.

  “Kalau aku memberitahumu kau pasti akan mengantarkan payung itu ke sekolahku ania? Bukankah sudah kukatakan padamu? Kau bisa mengembalikannya kalau kita bertemu lagi”

Kiran masih mengernyitkan dahinya.
Kemudian ia menunduk.
Memperhatikan belanjaannya.

  “Mm, baiklah, kalau begitu aku duluan”

  “Berhati-hatilah!”

  “Terima kasih!”

Lelaki tampan itu tidak menyahut lagi.
Ia hanya tersenyum manis memperhatikan punggung mungil yang semakin menjauh itu.
Ah, Arif terkekeh geli sekarang.


-------


  “Kiran Yuanka sudah gila”

Vanesha mengangguk setuju.
Ia ikut menatap Kiran bersama Andita.
Kedua sahabat baik itu saling mengerutkan dahi masing-masing.

Kemudian mereka mendongak, menatap langit yang terlihat cerah dari jendela kelas.

  “Sudah seminggu ini hujan tidak turun, cuacanya selalu cerah” Ujar Vanesha.

  “Hmmm” Gumam Kiran pelan.

  “Kenapa kau terus membawa payung, Kiran?” Tanya Andita.

Gadis cantik itu terkekeh manis.
Ia menekan kedua pipinya yang memerah.
Membuat kedua sahabatnya segera duduk di hadapannya.

  “Kurasa aku jatuh cinta” Bisik Kiran pelan.

  “APAAA?!” Teriak Andita dan Vanesha bersamaan.

Gadis cantik itu terus terkekeh kecil.
Mengacuhkan ekspresi kaget dari kedua gadis yang duduk di hadapannya saat ini.

  “Kalian ingat hari selasa minggu yang lalu?” Tanya Kiran.

Vanesha dan Andita mengangguk.

  “Waktu itu hujan deras, hehehe”

  “Lalu?”

  “Aku bertemu dengan seorang lelaki tampan di halte bus, dan dia meminjamkan aku payungnya~”

  “Eoh? Bukankah itu aneh? Kalian sama sekali tidak saling mengenal, tapi ia mau meminjamkan payungnya untukmu, apa kau tidak curiga?”

  “Aku mengenalnya! Dia bernama Arif Pramudya Ginanjar!”

  “Itu saja? Siswa sekolah mana dia?”

Kiran mempoutkan bibirnya.

  “Ia tidak memberitahuku, karena ia ingin aku mengembalikan payung ini di pertemuan ketiga yang tidak kami rencanakan”

  “Jadi karena itu kau selalu membawa payung kemana-mana? Aahhh~~!”

Kiran mengangguk polos.
Ia memasang senyuman terbaiknya.

  “Aku jadi ingin bertemu dengan lelaki yang kau ceritakan itu” Ucap Vanesha pelan.

Andita mengangguk seraya tertawa kecil.

  “Ayo, kita pulang, sudah sore” Ajak Kiran.

Kedua namja itu segera mengangguk.
Mereka mengambil tas dan berjalan beriringan.

  “Kalian mau main ke rumahku dulu ania? Aku baru saja membeli video game yang baru” Ujar Andita.

Kiran menggeleng.
Membuat Vanesha menaikkan alisnya.

  “Aku ingin ke supermarket”

  “Lagi?”

  “Kenapa?”

  “Belakangan ini kau sering sekali mampir ke tempat itu, Kiran”

Hmp.

Gadis cantik itu tidak menyahut.
Ia hanya tersenyum manis dan mengeratkan tas selempangnya.
Kiran menepuk bahu Vanesha dan Andita pelan.
Kemudian ia berlari sambil menggenggam payung berwarna hitam itu.

  “Perasaanku mengatakan kalau aku akan bertemu dengannya lagi disana!” Teriak Kiran tertawa.

Membuat Vanesha dan Andita saling menatap satu sama lain.

Oh well.


-------


BRUKK!


Kiran mendesah pendek.
Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuknya.
Ah, perasaannya sedang buruk saat ini.
Ia kesal karena tidak bertemu lagi dengan Arif sejak saat itu.

Apa jangan-jangan lelaki tampan itu sebenarnya tidak nyata?
Tapi bagaimana caranya dia membayar belanjaannya di supermarket waktu itu?

Kiran menghembuskan nafas.
Ia memiringkan wajahnya dan meraih ponselnya yang bergetar pelan.
Ah, ada pesan masuk.


PIK!


  ‘From: 0896xxxxxxxx

Hello, Kiran

Eoh?

Kiran mengerutkan dahinya.
Ia segera mengetik balasan.

  ‘To: 0896xxxxxxxx

Siapa?

Gadis cantik itu mendesah pendek untuk yang kedua kalinya.
Ia berbalik dan membuka pesan yang baru saja masuk itu.

  ‘From: 0896xxxxxxxx

Selasa.
Hujan.
Payung.


SSRAK!


Kiran segera beranjak dari baringnya.
Mata beningnya membulat.
Menatap tidak percaya kalimat yang ada.
Ia segera mengirimkan balasan.

  ‘To: 0896xxxxxxxx

Arif?! Dari mana kau tahu nomor ponselku??


DEG DEG DEG.


Gadis cantik itu menyentuh pelan dada kirinya.
Merasakan debaran jantungnya yang semakin mengencang.
Oh gosh.


PIK!


  ‘From: 0896xxxxxxxx

Kalau kukatakan dari rintikan hujan, apakah kau akan percaya?

Hmp.

Kiran tersenyum geli.
Ia terkekeh sendiri dan hendak mengetik balasan.
Namun gerakannya terhenti ketika nomor itu memanggil ponselnya.
Gadis cantik itu terdiam.

Sedetik kemudian ia tersadar dan segera mengangkat telepon itu.

  “Kenapa lama sekali?

  “Ma-Maaf, aku gugup”

  “Eoh? Kau lucu sekali, hehehehe

  “U—Um..”

  “Apa kau sedang sibuk?

  “Tidak, kenapa? Kau ingin aku mengembalikan payungmu sekarang?”

  “HAHAHAHAHA

  “Kenapa kau malah tertawa?”

  “Kau benar-benar pengingat yang hebat

  “Itu karena aku selalu membawa payungmu kemana pun aku pergi!”

  “Hmm, baiklah, kau bisa mengembalikannya kepadaku besok

  “Dimana?”

  “Inter High School

  “I-Inter??”


KLIK.


Eoh?
Kiran mengernyitkan dahinya.
Arif sengaja memutuskan sambungan teleponnya!
Aish!

Gadis cantik itu menggeram gemas.
Ia melirik ponselnya cukup lama.

Sampai kemudian bibir ranumnya berucap lirih.

  “Bukankah itu sekolah elit khusus anak-anak kalangan atas? Ya tuhan!”



-------


  “Kau benar-benar menungguku?”

Kiran tersenyum kecil.
Jujur saja, sejak tadi ia merasa risih saat beberapa siswa-siswi dari sekolah elit itu melirik ke arahnya.
Gadis cantik itu segera menyerahkan payung hitam itu kepada Arif.

  “Terima kasih untuk payungnya”

  “Sama-sama”

  “…”

  “Kau ada acara setelah ini?”

  “Kenapa?”

  “Aku ingin pergi ke taman bermain, ayo!”

  “E—EH?”

Kiran segera membuka mulutnya hendak berteriak untuk menolak.
Namun suaranya tertelan saat Arif membuka pintu mobil mewah itu dan mendorongnya masuk ke dalam.

  “Jalan!” Perintah Arif kepada supirnya.

Kiran terdiam.
Jantungnya berdebar-debar.
Gosh.
Vanesha dan Andita pasti akan heboh kalau mereka tahu ia sedang berada di dalam mobil mewah bersama seorang siswa dari sekolah Inter!

Lelaki tampan itu tidak banyak bicara dalam perjalanan.
Membuat Kiran ikut membungkam.
Keduanya saling merapatkan bibir sampai mobil tersebut berhenti di depan pintu masuk taman bermain.


BLAM!


Kiran merasakan kepalanya pusing.
Ia baru saja menginjakkan kaki di tanah tapi Arif sudah menarik tangannya dan berlari masuk ke dalam.
Gadis cantik itu mengeratkan genggamannya di tangan Arif agar tidak terlepas.

  “Kau mau naik apa?” Tanya Arif tersenyum.

  “Itu” Sahut Kiran menunjuk wahana Roller Coaster.

Arif mengangguk.
Mereka segera berlari bersama menuju wahana tersebut.

  “Hei! Kita belum membayar tiket!” Teriak Kiran panik.

Lelaki tampan itu tertawa kecil.

  “Santai saja, tempat ini milik keluargaku”

YA TUHAN.

Ia benar-benar anak orang kaya!

Gadis cantik itu kembali merapatkan bibirnya.
Ia hanya pasrah saat petugas taman bermain memasangkan safety belt di pinggangnya.
Wahana itu mulai bergerak perlahan.
Kiran menolehkan wajahnya menatap Arif.

  “Dari siapa kau mendapat nomor ponselku?”

  “Kau benar-benar ingin tahu?”

  “Um!”

  “Baiklah, adikku satu sekolah denganmu, dia ketua tim basket”

  “APA? Galuh? Galuh Prassanjaya Ginanjar adalah adikmu?!”

  “Kau tertipu olehnya, dia bukan siswa beasiswa terpilih, tapi siswa pindahan dari sekolahku”

  “Tapi---”

  “Lebih baik kau berhenti bicara dan tutup mulutmu, Kiran”

  “Kena---WWWWUUUUUAAAAAA!!!!”

Lelaki tampan itu tertawa geli saat wahana itu menukik tajam ke bawah.
Ia menikmati teriakan lantang dari gadis cantik yang duduk di sampingnya ini.
Mata tajam Arif menyipit.
Ia benar-benar merasa bahagia sekarang.


-------


  “Bagaimana kalau kita naik itu?”

Kiran menoleh.
Menatap wahana bianglala raksasa yang terletak di ujung taman.
Ia mengangguk dan tersenyum manis.

Arif kembali menggandeng tangannya.
Membuat jantungnya kembali memberontak.


CKLEK!


Pintu wahana tertutup rapat.
Kiran dan Arif saling duduk berhadapan.

Keduanya masih terdiam.
Sampai kemudian gadis cantik itu mendongakkan wajahnya.
Memperhatikan langit yang mulai gelap.
Mendung.

  “Payungmu” Ujar Kiran menyerahkan payung itu.

Arif tersenyum.

  “Untukmu saja” Sahutnya pelan.

Eoh?

  “Bukankah payung itu milik tem---”

  “Payung itu memang milikku”

  “…”

  “Aku sengaja memberikannya kepadamu waktu itu”

Kiran terdiam.
Mata beningnya bergerak pelan.

Wahana mulai bergerak turun ke bawah.
Diiringi dengan rintikan hujan yang bergulir.

  “Hari apa sekarang?” Tanya Arif pelan.

Kiran bergumam lirih.
Nyaris tidak terdengar.

  “Selasa..”


CUP.


Mata bening itu refleks terpejam saat Arif mencondongkan tubuhnya ke depan dan mengecup lembut bibir cherry gadis cantik itu.
Lama mereka saling berciuman.
Sampai kemudian wahana besar itu berhenti tepat di tempatnya semula dan hujan semakin mengguyur deras.
Mata Kiran mengerjap.
Wajahnya tampak memerah dengan bibirnya yang basah.

Ia menatap Arif yang balas menatapnya tajam.

Gadis cantik itu hendak menarik senyumnya.
Namun lengkungan itu terhenti ketika pintu wahana terbuka dengan kasar.

Kiran dan Arif tersentak kaget.
Mereka menatap sesosok gadis berambut hitam yang mengenakan seragam yang sama dengan Arif.

  “APA YANG KALIAN LAKUKAN DISINI EOH?!”

Kiran terdiam.
Ia bingung dengan apa yang terjadi.

  “KAU!! SIAPA KAU? APA KAU MAU MEREBUT TUNANGANKU EOH?!” Bentak yeoja itu menatap Kiran.


DEG.


Gadis cantik itu tersentak kaget.
Mata beningnya membulat sempurna.
Ia menoleh memandang Arif.

  “Tu-Tunangan?” Bisiknya lirih.

Hatinya mulai terasa sakit.
Perih.
Kepingan rasa-nya mulai meretak pelan.

  “Jangan dengarkan dia, Kiran Yuanka, kami---”

  “Diam kau Arif! Awas! Akan kuadukan kau kepada Paman! Berani-beraninya kau berselingkuh di belakangku!”

Arif membuka mulutnya hendak menyahut.
Namun suaranya hilang saat Kiran beranjak dari wahana itu dan menubruk kasar bahu gadis cantik itu.
Kiran berlari dari sana.
Ia terisak keras di tengah derasnya guyuran hujan.
Tangisnya tumpah.
Hatinya hancur berkeping-keping.

Hujan yang selama ini dianggapnya indah di hari Selasa, buyar tanpa bekas.


-------


Kiran terlihat sangat tidak bersemangat hari ini.
Wajahnya muram.
Matanya berkantung.
Aura suram menyeruak dari punggungnya.

Membuat siapa saja yang berada di dekatnya ingin menjauh.

  “Kau harus tegar, Kiran Yuanka” Ujar Andita pelan.

  “Andita benar, lagi pula, bukankah kalian berdua hanya sebatas peminjam-dan pemberi pinjaman payung?” Sambung Vanesha.

Andita mendelikkan mata sipitnya.
Vanesha segera menjulurkan lidahnya.

Kiran menggumam tidak jelas.
Ia menenggelamkan wajahnya di balik tas selempangnya.

  “Kalau dari awal dia memang tidak menyukaiku..Kenapa dia memberi payung itu kepadaku? Kenapa dia mencari nomor ponselku? Dan kenapa dia menciumku? Apa dia ingin membuatku tenggelam dalam sebuah harapan palsu?” Bisik Kiran lirih.

Suara merdunya terdengar bergetar dan serak.

Andita menganggukkan kepalanya.
Sementara Vanesha menggelengkan kepalanya.
Kiran tidak peduli.
Ia menggigit bibir bawahnya mencoba menahan tangis.

  “Aku memang ingin jatuh cinta, Nesh, Dit..Tapi bukan rasa sakit seperti ini yang kuharapkan!”

  “Kau bisa belajar dari apa yang sudah terjadi Kiran Yuanka, jangan pernah menyukai seseorang sebelum kau mengenal siapa orang itu”

  “Bagaimana kalau aku sudah jatuh cinta padanya sejak pertama kali menatap wajahnya? Apa itu salah?”

Hening.
Tidak terdengar sahutan apa pun lagi.
Kiran mendesah panjang.
Ia beranjak dari duduknya dan berjalan menjauhi kedua sahabatnya.

Gadis cantik itu terus melangkahkan kakinya sampai ke depan gerbang sekolah.
Ia mendongak.
Langit hari ini tampak kelabu.
Gelap.
Mendung.

Kemudian rintikan mungil berjatuhan dari atas.

Gerimis.

Kiran menghembuskan nafas panjang.
Ia benci hujan.
Sangat benci.

Rain is Hurt..

Really.

Gadis cantik itu memutuskan untuk segera pulang ke rumah.
Namun langkahnya terhenti ketika mata beningnya menangkap bayang sesosok lelaki tampan yang berdiri di depan gerbang.

Mata bening Kiran bergerak pelan.

Walau lelaki tampan itu berdiri membelakanginya, ia tahu siapa yang berambut cokelat seperti itu.
Postur tubuh itu, dan seragam khas itu.


TAP!


Kiran memutuskan untuk acuh.
Ia berjalan cepat dari gerbang.
Belum jauh ia melangkah, langkahnya terhenti ketika pergelangan tangannya digenggam erat oleh jemari tegas milik lelaki tampan itu.

Kiran berhenti di tempat.

Tapi ia tidak menoleh.

  “Apa lagi?” Ujar Kiran sinis.

Lelaki tampan itu berjalan menghampiri Kiran.
Ia berhenti tepat di hadapan gadis cantik itu.
Menabrak mata bening yang bulat itu dengan matanya yang tajam.

  “Aku minta maaf soal kemarin” Ucap Arif.

Heh.

Kiran tersenyum kecut.

  “Aku sudah melupakan masalah kemarin, tenang saja”

  “Aku juga ingin bilang, kalau wanita itu bukan tunanganku, ia hanya teman masa kecil yang ter-obsesi denganku, Kiran”

  “Lalu? Apa hubungannya denganku? Kenapa aku harus tahu?”

  “Karena aku mencintaimu”


DEG.


Mata bening Kiran bergerak pelan.
Bola mata yang bulat itu terlihat menggenangkan tetes bening yang mulai menyeruak.
Gerimis berganti menjadi rintikan deras.
Sampai kemudian berubah menjadi hujan.

Kiran mengerjapkan matanya.
Membiarkan air matanya bercampur dengan tetes hujan yang membasahi wajahnya.

  “Bagiku cinta itu seperti sebuah payung di saat hujan..Ketika hujan berhenti mengguyur bumi, maka payung akan tergeletak begitu saja..Sendiri..Sepi..Usang..”

  “Maka aku akan selalu berusaha menciptakan hujan, dimana pun kau berada”

  “Kau pikir kau seorang dewa huh?”

Arif menggeleng.
Ia tersenyum kecil.

Jemarinya terulur mengusap lembut pipi Kiran.
Menyeka tetes bening hangat yang bergulir dari kedua matanya yang indah.

  “Atau aku akan tetap membawa payung bersamaku kemana pun aku pergi, menjaganya agar tidak sendiri..Agar tidak kesepian..Dan agar tidak usang..”

  “Hiks..”

Lelaki tampan itu mengecup lembut dahi Kiran.
Gadis cantik itu memejamkan matanya perlahan.
Ia meringis saat Arif memeluknya dengan erat.
Memberinya secercah kehangatan dari dingin yang menusuk tulang.

Kiran menyurukkan wajahnya di pundak Arif.
Jemarinya mencengkram erat punggung lelaki tampan itu.

  “Hujan hari ini terasa lebih indah dari pada hujan-hujan yang sebelumnya” Gumamnya pelan.

Arif menarik senyum kecilnya.
Ia menunduk dan mengecup lembut tengkuk gadis cantik itu.
Kemudian ia memejamkan matanya sejenak.

Rain is hurt..

Rain is hurt..

Rain is not hurt..


END.


By: Shella.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar