Tittle:
BLUE
Genre:
Straight
Author:
Shella
Rating:
family-romance-lost-rainbow
-------
“Aku sudah melepaskannya, sungguh, tapi dia
masih disini..”
.
.
.
TAP TAP TAP.
“Fuuuhhh..”
“Menghela nafas sekali berarti kau membuang
satu kebahagiaan dalam hidupmu, Khania”
Hmm.
Khania Rensha Anggara
menoleh menatap juniornya yg berwajah imut itu.
Ia tersenyum kecil dan
merentangkan tangannya.
“Sekarang aku tarik lagi kebahagiaanku,
hhhmmpppfff” Ujar Khania seraya menahan nafasnya.
Aprilia Vanesha tertawa
lantang.
Ia menepuk2 pundak Khania
dan terkekeh geli.
AISH.
Dasar Khania.
“Ayo, sebentar lagi sejarah Virginia~!” Ujar Vanesha
menarik lengan seniornya itu.
Khania mengeluh.
Ia tersenyum jahil.
“Bilang saja kalau kau mau melihat Dosen baru
kan? Aish, benar-benar” Ejek Khania geli.
Vanesha mengerucutkan bibir
plumpnya.
Ia tidak peduli.
“Ayo Ayo Ayo!” Teriak mahasiswi Jounant
University yg berwajah imut itu.
-------
WWUUSSH~
Semilir angin terasa
menyejukkan hari ini.
Padahal musim gugur masih
seminggu lagi.
Ahhh~
Khania semakin merapatkan
Jaketnya.
Ia menghembuskan nafasnya
sekali dan menyandarkan punggungnya ke pohon pinus yg berada di belakangnya.
“Hmm” Khania menggumam kecil seraya
mendongakkan wajahnya.
Menatap langit yg berwarna
biru.
Biru..
Khania memejamkan matanya.
Mencoba menghayati lagu
terbaru boyband yg terkenal ini.
Ia semakin menekan
headsetnya ke dalam telinga dan kembali meniupkan asap dari mulutnya.
“Im
singing my blues~”
SSRAK!
DEG!
Khania membuka matanya.
Ia segera menghentikan musik
yg mengalun dari ponselnya dan membalikkan tubuhnya ke belakang.
“Kau disana?”
Hening.
Sunyi.
Senyap.
Tidak terdengar suara
sahutan apapun kecuali desiran angin sejuk yg melambai.
Khania kembali memalingkan
wajahnya.
Terlihat jelas raut kecewa
dari wajah cantik itu.
Ia menghela nafasnya sekali
lagi.
“Kau tidak mungkin ada disana..” Gumam Khania
berbisik.
DDRRTT…DDRRTT…
Gadis cantik itu menunduk.
Mengangkat telepon dari
Vanesha.
“Um?”
“Hei! Kuliahmu sudah selesai kan? Ayo, susul
aku di café Bolero oke?”
“Let me
guess, Dosen baru itu mengajakmu makan disana?”
“Bingo!”
HMP.
Khania tersenyum kecut.
“Vanesha, lupakah kau? Aku benci tempat
itu..” Bisik Khania menahan tangis.
Terasa hening sejenak.
Gadis imut itu terdengar
merasa bersalah dari hembusan nafasnya.
“Maaf Khania..Aku tidak bermak---”
“Tidak apa, kau pulang terlambat nanti?”
“Hmm, sepertinya, kunci apertement kuletakkan
di bawah pot bunga seperti biasa oke?”
“Iya”
“Bye, Khania”
“Bye”
KLIK.
Hhhh.
Khania menoleh ke atas.
Kembali menatap langit yg
masih berwarna biru.
Kemudian ia memutar kembali
lagu favoritnya itu.
Mata bulatnya yg bening
terpejam.
Bibirnya bergerak mulai
menikmati alunan lagu.
[ “Percayakah
kau? Bahwa air mata terakhir untuk seseorang yg kehilangan berbeda dengan
butiran yg lainnya..Ia berwarna biru, air mata kesedihan..” ]
“Im
singing my blues~”
Khania menghentikan
nyanyiannya.
Ia membuka matanya dan
tersenyum kecut.
“Tapi kenapa air mataku masih tetap bening
seperti biasanya? Tidak biru seperti yg kau katakan..” Lirihnya terkekeh.
Khania menyeka kasar air
matanya yg turun tanpa diperintah.
Ia mematikan lagu sendu itu
dan menukarnya dengan lagu lain.
“Aku benci mengakuinya, tapi aku
merindukanmu..Raditya Nugraha Pratama..”
-------
Aprilia Vanesha menyeruput
minumannya tanpa melirik Khania yg duduk di hadapannya.
Ia tetap acuh seraya
menggigit-gigit kecil pipet berwarna pearl
itu.
Ah, kebiasaannya yg tidak
pernah berubah.
“Dosen itu bilang ia mencintaiku”
“Hm”
“Kami sudah berpacaran”
“Itu bagus, chukkae”
“Khania”
“Hm?”
Vanesha mengeluh kesal.
Khania menatapnya dengan
tatapan yg tidak bisa diartikan.
Oh my.
“Aku tahu kau masih sedih” Bisik Vanesha
memegang jemari Khania yg berada di atas meja.
Khania memalingkan wajahnya.
Ia menggeleng disela
senyuman sendunya.
“Tidak..” Ujar Khania lirih.
Vanesha balas tersenyum.
Senyuman yg sama.
“Kau kehilangan dia, tidak mungkin kau baik-baik
saja”
“Vanesha..”
“Aku tahu kau sedih..Tidak ada lagi pelukan
hangat di pagi hari, tidak ada lagi bisikan rindu di malam hari, tidak ada lagi
canda tawa di senja hari, dan tidak ada lagi sosoknya di seluruh hari..”
“Bukan Tuhan yg salah! Bukan juga dia yg
salah!”
“Jadi?”
Khania menggigit bibirnya.
Ia merasakan matanya yg
kembali berkaca-kaca untuk ratusan kalinya sekarang.
Jemarinya yg bergetar
menandakan kesedihannya yg mendalam.
Sementara bibirnya terasa
kelu untuk berkata.
Khania menundukkan wajahnya.
“Aku sudah melepaskannya, sungguh, tapi dia
masih disini..” Bisik Khania menggumam.
Vanesha mengelus jemari Khania
yg bergetar, seakan menyalurkan kekuatan untuknya.
Gadis imut itu mengangkat
wajah Khania dengan kedua telapak tangannya.
Ia tersenyum lembut seraya
menyeka air mata Khania.
“Kau bisa, kau kuat, you’re singing your blues..” Balas Vanesha berbisik.
Khania terkekeh.
Ia mengangguk dan mengusap
wajahnya yg sembab.
-------
“Adit..Adit..Raditya Nugraha Pratama..”
Gadis cantik itu
bersenandung lirih menyanyikan untaian nama kesayangannya.
Ia tersenyum lembut seraya
mengayunkan ponselnya yg digenggam.
Khania sedang berdiri di
beranda kamarnya menikmati angin malam yg berhembus.
[ “Hidup
ini penuh warna, ada Merah untuk setiap cinta yg mendominasi..Ada Jingga untuk
kasih sayang yg menyeluruh, ada Kuning untuk semua semangat yg hidup..Ada Hijau
untuk kelembutan yg mengalun, ada Ungu untuk rasa ego yg tinggi..Putih untuk
kesendirian..Abu2 untuk kehangatan..Dan Biru untuk kesedihan..Ah, tidak,
tepatnya kehilangan..” ]
GGRT.
Khania mencengkram erat ponselnya.
Ia baru saja mengetik
sederet nomor yg selalu dihapalnya.
Tapi rasa keraguan selalu
muncul setiap detik-detik terakhir kata hatinya.
Takut.
Ia takut.
“Adit..Bisakah kau beritahu aku warna untuk
setiap rasa takut yg selalu muncul?” Gumam Khania berbisik.
Gadis cantik itu berdecak.
Ia segera menekan tombol Call dengan membuang rasa egonya.
TUUTT..TUUTT..
“Hello?”
DEG!
KLIK!
“Hahh..hahhh…hh”
Khania merasakan jantungnya
berdebar-debar.
Jemarinya bergetar dan
matanya membulat tidak percaya dengan apa yg baru saja dilakukannya.
Oh god..
Suara itu..
Suara bass dengan kelembutan
yg tersemat itu..
Tidak pernah berubah..
Raditya..
Aku merindukanmu..
“Hngh”
Gadis cantik itu menarik
nafasnya dalam-dalam.
Menetralkan rasa gugup dan kacau
yg menyeruak.
Ia benar-benar gugup.
Ya tuhan, ada apa dengannya?
Bukankah dulu ia tidak
pernah seperti ini?
Bahkan mereka selalu
menghabiskan waktu semalaman untuk mengobrol di telepon.
[ “Hitam..”
]
Itu dia.
Bisikan itu.
Kali ini suara miliknya di
masa lalu.
[ “Kau
tahu apa arti hitam kan Khania?” ]
Khania tersenyum kecut.
Mencoba mengingat sepotong
percakapan mereka setahun yg lalu itu.
[ “Hitam
untuk keputusan yg mendalam..Akhir dari sebuah hubungan..Tentu saja..” ]
GGRT.
Khania mencengkram erat
pinggiran beranda kamarnya itu.
Ia menggigit bibirnya yg
bergetar.
[ “Kenapa
kau melakukannya? Apa alasanmu?” ]
[ “Aku
tidak tahu..Aku hanya merasakan warna Hitam yg sedang mendominasi hidupku. Dan
aku tahu ini keputusan yg tepat..Aku ingin hubungan kita berakhir
disini..Sekarang..Di hadapan laut malam hari dengan warna yg sama..Hitam..”
]
[ “Baiklah..”
]
[ “Dit?”
]
[ “Aku
mengerti..Walaupun aku tidak tahu alasan sebenarnya yg tersembunyi..Tapi
sebelum itu, maukah kau mengingatnya? Kalau setiap Hitam yg hadir, akan
dikerubungi oleh Biru..You’ll singing ur blues, baby..” ]
[ “Aku
tahu apa yg kuputuskan, Adit..Tidak apa..Warna biru tidak akan hadir selamanya,
aku lebih memilih Beige terlebih dahulu..Warna kulit..Warna kerinduan..” ]
[ “Pilihanmu
milikmu, sayang..Aku selalu menyimpan Merah hanya untukmu..” ]
“Hiks..”
Gadis cantik itu mengutuki
dirinya sekarang.
Ia terduduk membelakangi
beranda kamarnya.
Tangisnya kembali tumpah.
“Aku tidak pernah tahu..Kalau rasanya akan
sesakit ini..Hiks..”
Khania menggumam dalam hati.
Aku memutuskan hubungan kita
waktu itu bukan karena alasan.
Bukan karena warna Hitam.
Tapi karena Ibumu yg
memintaku untuk melepasmu.
Ia tidak ingin kau menolak
beasiswa di London karena aku.
Maaf..
-------
“Gyeouli
gago, Bomi chajaojyo..Urin sideulgo geurium soge, Mami meongdeureotjyo..I’m
singing my Blues~ Paran nunmure---”
“Kenapa dimana-mana terdengar lagu itu?”
Keluh Khania mulai kesal.
Vanesha mengangkat bahunya.
Ia memutar pandangannya ke
seluruh kantin, mencari kursi yg kosong.
“Kenapa kau protes? Bukankah kau sendiri
senang memutar lagu ini eoh?” Ujar gadis imut itu menggiring Khania menuju meja
yg ditemukannya.
Khania mendesah.
Ia segera duduk di hadapan Vanesha
dan memandangi menu kantin.
“Kurasa aku sedang memasuki tahap Putih”
“Hah?”
“Lupakan”
Gadis imut itu mengerucutkan
bibirnya.
AISH.
“Aku bingung dengan kalian, kau dan Adit,
selalu berbicara menggunakan bahasa pelangi, merah, biru, jingga, AISH, benar-benar”
Omel Vanesha kesal.
Khania terkekeh geli.
Ia menulis pesanannya di
atas kertas yg tersedia.
“Itu bahasa kehidupan, Aprilia Vanesha, bukan
pelangi, ada banyak warna yg mendominasi hidup ki---”
“Ya ya ya, teruslah berbicara seperti itu,
ceramahi saja aku, jangan pernah bosan!”
“Hehehe, kau lucu, Nesh!”
“Aku memang selalu lucu ania? Kalau tidak
mana mungkin Dosen baru itu mendekatiku”
“Aish”
“Hahahaha”
Gadis imut itu menyesap
minuman yg dibawanya sejak tadi.
Mengacuhkan Khania yg
menerawang melihat ponselnya.
“Lihat apa?”
EOH?
Khania mengangkat wajahnya.
Ia tersenyum kecil.
“Foto”
“Adit?”
“Um..”
“Ck, jujur saja kenapa? Kalau memang kau
merindukannya, katakan saja, memangnya aku siapamu hah?”
“Yaaa yaaa, aku merindukan Adit, puas?”
“Hahaha”
Ck.
Gadis cantik itu mempoutkan
bibirnya seraya menutup kembali flip ponselnya.
-------
BRAKK!!
“Adit!”
Wanita bermata tajam itu
membesarkan matanya kaget.
Menatap putra tunggalnya yg
melempari seluruh barang yg ada.
“Mama kejam!!” Jerit Adit emosi.
Nyonya Pratama tidak
merespon.
Ia menarik nafasnya dan
menolehkan pandangannya.
“Ini semua Mama lakukan karena kau, Adit! Mama
peduli dengan masa depanmu!”
“Tapi Mama tidak pernah peduli dengan rasa
sakit di hatiku right?”
“Adi---”
“Please
Mom..Kenapa? Aku mencintai Khania..Sangat!”
“Khania tidak pernah bermasalah dengan hal
itu, ia menerima semuanya---”
“OF
COURSE SHE ACCEPT IT!! MAMA MENGANCAMNYA!!”
UKH!
Nyonya Pratama mengalihkan
pandangannya.
Oh shit.
“Mama hanya ingin yg terbaik untukmu, Adit”
“Hanya Khania yg bisa membuatku merasa lebih
baik dari apapun itu, ma”
“Mama bukan---”
“ENOUGH!
Aku akan pergi siang ini juga”
“RADITYA NUGRAHA PRATAMA!”
“APA?? BELUM PUASKAH MAMA?? AKU TERPERANGKAP
DI DALAM WARNA BIRU SETIAP DETIK KARENA MAMA!! IM SINGING MY BLUES WITH MY SICKNESS!!!”
BLAMM!!
Wanita bermata tajam itu
terdiam.
Nafasnya tercekat.
Ia menoleh memandang
suaminya yg tidak bersuara sejak tadi.
“Let
him go, baby..Adit sudah menyelesaikan studinya hanya dalam waktu 8 bulan,
ia mengambil program percepatan, bukankah itu cukup?” Ujar sang suami
tersenyum.
Nyonya Pratama mengusap
wajahnya.
Ia terduduk di sofa.
“Bukankah kau sendiri tahu makna dari warna
yg ia sebutkan hm? Jangan bilang kau melupakan siapa wanita tercantik yg
mengajarinya tentang warna dalam hidup”
“Aish”
Wanita bermata tajam itu
terkekeh kecil.
Ia menepuk bahu suaminya
dengan gemas dan menyandarkan wajahnya di bahu bidang lelaki bermata tegas itu.
“Jingga..Aku melakukannya karena seluruh
Jinggaku untuknya, sayang..”
“Aku tahu sayang, aku mencintaimu”
“So do
I”
-------
Khania mengeluh dari
tidurnya.
Ia baru saja menyelesaikan
tugas dari dosen baru itu!
Oh come on, Sejarah Virginia
itu benar-benar membuat dirinya akan muntah sebentar lagi.
Dan siapa manusia tidak tahu
rotasi waktu saat ini eoh?!
Menggedor pintu
apertementnya di dini hari buta.
AISH.
Benar-benar.
“Khaniaaaaaaaaaa, cepat dibukaaaaaa”
“Argh”
Sekarang gadis imut ini
membuatnya sangat iri.
Bagaimana tidak?
Ia harus bangkit dari tidur
nyenyaknya dan berjalan menuju pintu depan sementara sepupu kecilnya ini
berbaring nyaman di atas ranjang.
“Demi Tuhan, akan kugoreng orang yg mengetuk
pintu itu!” Rutuk Khania emosi.
DOK DOK DOK DO---
CKLEK!!
“YAH!! Apa kau tidak tahu jam be---”
DEG.
DEG DEG DEG.
“Hei”
Oh my.
Katakan ini mimpi.
Ania, ini bukan mimpi kan?
“A—Adit?” Lirih Khania bergumam.
Mata bulatnya membesar
seraya menangkup mulutnya dengan kedua telapak tangan yg mengatup.
Jantungnya berdebar-debar
tidak percaya.
Menatap lelaki tampan yg
mengenakan jaket tebal berwarna Abu-abu.
“Kenapa menangis?” Tanya Adit tersenyum.
Mengelus pipi Khania yg
mulai basah.
“Aku tidak menangis! Aku tertawa!!” Jerit Khania
terisak.
Gadis cantik itu segera
merengkuh tubuh Adit.
Memeluknya dengan posesif yg
sangat erat.
“Im
tired..Im bored..Always singing my blues everysecond..” Bisik Khania.
“Apa kubilang? Setelah Hitam pasti ada biru”
Ujar Adit terkekeh.
“Ish! Kau ini! Tidak bisakah romantis sedikit
saja? Aku menunggumu selama setahun! Merindukanmu selama 12 bulan! Menantimu
selama 365 hari! Dan aku---mppphhh”
Lelaki tampan itu mengelus
lembut tengkuk Khania.
Ia membuka mulutnya meraup
bibir cherry mungil itu.
Kemudian ia menghisapnya
lembut seraya melumatnya atas bawah bergantian.
“Sudahkah aku romantis?”
“ISH!!”
“Aku tahu kau menyukainya, sayang..Kenapa kau
selalu seperti ini hm?”
“I Miss
You..Huks..”
“Ssshh”
“U..Ibumu mengancamku..Hiks..Aku..Aku tidak
tahu---”
“Aku mencintaimu”
Khania terdiam.
Ia menatap Adit dengan air
matanya yg terus mengalir.
“Aku juga..”
Lelaki tampan itu tersenyum
kecil.
Oh see?
Tidak butuh banyak kata
untuk mengungkapkan semuanya.
Semuanya tergabung dalam
satu warna yg terus dijaga seperti janjinya setahun yg lalu.
Merah.
Merah.
Merah.
“Mamaku memang sangat egois, tapi ia
melakukan ini untukku”
“Hmm”
“Apa yg kau rasakan?”
“Tidak ada”
“Ck, kau memulai kebohonganmu lagi”
“Tidak”
“Yasudah, aku akan bertanya pada Vanesha, APRILIA
VAN---”
“BIRU!!”
“Eoh?”
“Biru, biru, biru, biru, hijau, hijau, biru,
ungu, abu-abu, biru, biru, putih, jingga, jingga, biru, merah, jingga, merah,
merah, beige, beige, merah, merah, dan merah..”
HMP.
Lelaki tampan itu menarik
senyumnya.
Ia mengelus lembut wajah
cantik yg sembab itu.
“Boleh kuartikan?”
“Bisakah kau mengingatnya? Itu cukup banyak,
ada banyak war---”
“Kehilangan, kehilangan, kehilangan,
kehilangan, kelembutan, kehilangan, ego, kehangatan, kehilangan, kehilangan,
kesendirian, kasih sayang, kasih sayang, kehilangan, cinta, kasih sayang,
cinta, cinta, rindu, rindu, cinta, cinta, dan cinta..”
“I’ll
never singing my blues again, kau janji tidak akan pergi lagi dariku?”
“Seharusnya aku yg bertanya, kau janji tidak
akan berkorban untukku lagi?”
AISH.
Khania berdecak kecil.
Ia mengangguk.
Kemudian ia berjinjit dan
mengecup hidung mancung Adit.
“Merah” Bisiknya lembut.
“Aku mencintaimu, Raditya Nugraha Pratama..Tanpa
warna biru yg mendominasi..”
END.
-BigBang, Blue-
By: Shella
Ps: maaf kalo jelek
>,<
Tidak ada komentar:
Posting Komentar