Movie

Migas Tiga Ipa 3 SMA 1 Lhokseumawe. Lets follow our Twitter @MIGASmansa :)

Sabtu, 06 Oktober 2012

//CERPEN: BLUE//


Tittle: BLUE
Genre: Straight
Author: Shella
Rating: family-romance-lost-rainbow


-------


  “Aku sudah melepaskannya, sungguh, tapi dia masih disini..”

.
.
.


TAP TAP TAP.


  “Fuuuhhh..”

  “Menghela nafas sekali berarti kau membuang satu kebahagiaan dalam hidupmu, Khania”

Hmm.

Khania Rensha Anggara menoleh menatap juniornya yg berwajah imut itu.
Ia tersenyum kecil dan merentangkan tangannya.

  “Sekarang aku tarik lagi kebahagiaanku, hhhmmpppfff” Ujar Khania seraya menahan nafasnya.

Aprilia Vanesha tertawa lantang.
Ia menepuk2 pundak Khania dan terkekeh geli.
AISH.
Dasar Khania.

  “Ayo, sebentar lagi sejarah Virginia~!” Ujar Vanesha menarik lengan seniornya itu.

Khania mengeluh.
Ia tersenyum jahil.

  “Bilang saja kalau kau mau melihat Dosen baru kan? Aish, benar-benar” Ejek Khania geli.

Vanesha mengerucutkan bibir plumpnya.
Ia tidak peduli.

  “Ayo Ayo Ayo!” Teriak mahasiswi Jounant University yg berwajah imut itu.


-------


WWUUSSH~


Semilir angin terasa menyejukkan hari ini.
Padahal musim gugur masih seminggu lagi.
Ahhh~
Khania semakin merapatkan Jaketnya.
Ia menghembuskan nafasnya sekali dan menyandarkan punggungnya ke pohon pinus yg berada di belakangnya.

  “Hmm” Khania menggumam kecil seraya mendongakkan wajahnya.

Menatap langit yg berwarna biru.
Biru..

Khania memejamkan matanya.
Mencoba menghayati lagu terbaru boyband yg terkenal ini.
Ia semakin menekan headsetnya ke dalam telinga dan kembali meniupkan asap dari mulutnya.

  “Im singing my blues~


SSRAK!


DEG!


Khania membuka matanya.
Ia segera menghentikan musik yg mengalun dari ponselnya dan membalikkan tubuhnya ke belakang.

  “Kau disana?”

Hening.
Sunyi.
Senyap.

Tidak terdengar suara sahutan apapun kecuali desiran angin sejuk yg melambai.
Khania kembali memalingkan wajahnya.
Terlihat jelas raut kecewa dari wajah cantik itu.

Ia menghela nafasnya sekali lagi.

  “Kau tidak mungkin ada disana..” Gumam Khania berbisik.


DDRRTT…DDRRTT…


Gadis cantik itu menunduk.
Mengangkat telepon dari Vanesha.

  “Um?”

  “Hei! Kuliahmu sudah selesai kan? Ayo, susul aku di café Bolero oke?”

  “Let me guess, Dosen baru itu mengajakmu makan disana?”

  “Bingo!”


HMP.

Khania tersenyum kecut.

  “Vanesha, lupakah kau? Aku benci tempat itu..” Bisik Khania menahan tangis.

Terasa hening sejenak.
Gadis imut itu terdengar merasa bersalah dari hembusan nafasnya.

  “Maaf Khania..Aku tidak bermak---”

  “Tidak apa, kau pulang terlambat nanti?”

  “Hmm, sepertinya, kunci apertement kuletakkan di bawah pot bunga seperti biasa oke?”

  “Iya”

  “Bye, Khania”

  “Bye”


KLIK.


Hhhh.

Khania menoleh ke atas.
Kembali menatap langit yg masih berwarna biru.
Kemudian ia memutar kembali lagu favoritnya itu.
Mata bulatnya yg bening terpejam.
Bibirnya bergerak mulai menikmati alunan lagu.

  [ “Percayakah kau? Bahwa air mata terakhir untuk seseorang yg kehilangan berbeda dengan butiran yg lainnya..Ia berwarna biru, air mata kesedihan..” ]

  “Im singing my blues~

Khania menghentikan nyanyiannya.
Ia membuka matanya dan tersenyum kecut.

  “Tapi kenapa air mataku masih tetap bening seperti biasanya? Tidak biru seperti yg kau katakan..” Lirihnya terkekeh.

Khania menyeka kasar air matanya yg turun tanpa diperintah.
Ia mematikan lagu sendu itu dan menukarnya dengan lagu lain.

  “Aku benci mengakuinya, tapi aku merindukanmu..Raditya Nugraha Pratama..”


-------


Aprilia Vanesha menyeruput minumannya tanpa melirik Khania yg duduk di hadapannya.
Ia tetap acuh seraya menggigit-gigit kecil pipet berwarna pearl itu.
Ah, kebiasaannya yg tidak pernah berubah.

  “Dosen itu bilang ia mencintaiku”

  “Hm”

  “Kami sudah berpacaran”

  “Itu bagus, chukkae

  “Khania”

  “Hm?”

Vanesha mengeluh kesal.
Khania menatapnya dengan tatapan yg tidak bisa diartikan.
Oh my.

  “Aku tahu kau masih sedih” Bisik Vanesha memegang jemari Khania yg berada di atas meja.

Khania memalingkan wajahnya.
Ia menggeleng disela senyuman sendunya.

  “Tidak..” Ujar Khania lirih.

Vanesha balas tersenyum.
Senyuman yg sama.

  “Kau kehilangan dia, tidak mungkin kau baik-baik saja”

  “Vanesha..”

  “Aku tahu kau sedih..Tidak ada lagi pelukan hangat di pagi hari, tidak ada lagi bisikan rindu di malam hari, tidak ada lagi canda tawa di senja hari, dan tidak ada lagi sosoknya di seluruh hari..”

  “Bukan Tuhan yg salah! Bukan juga dia yg salah!”

  “Jadi?”

Khania menggigit bibirnya.
Ia merasakan matanya yg kembali berkaca-kaca untuk ratusan kalinya sekarang.
Jemarinya yg bergetar menandakan kesedihannya yg mendalam.
Sementara bibirnya terasa kelu untuk berkata.

Khania menundukkan wajahnya.

  “Aku sudah melepaskannya, sungguh, tapi dia masih disini..” Bisik Khania menggumam.

Vanesha mengelus jemari Khania yg bergetar, seakan menyalurkan kekuatan untuknya.
Gadis imut itu mengangkat wajah Khania dengan kedua telapak tangannya.
Ia tersenyum lembut seraya menyeka air mata Khania.

  “Kau bisa, kau kuat, you’re singing your blues..” Balas Vanesha berbisik.

Khania terkekeh.
Ia mengangguk dan mengusap wajahnya yg sembab.


-------


  “Adit..Adit..Raditya Nugraha Pratama..”

Gadis cantik itu bersenandung lirih menyanyikan untaian nama kesayangannya.
Ia tersenyum lembut seraya mengayunkan ponselnya yg digenggam.
Khania sedang berdiri di beranda kamarnya menikmati angin malam yg berhembus.

  [ “Hidup ini penuh warna, ada Merah untuk setiap cinta yg mendominasi..Ada Jingga untuk kasih sayang yg menyeluruh, ada Kuning untuk semua semangat yg hidup..Ada Hijau untuk kelembutan yg mengalun, ada Ungu untuk rasa ego yg tinggi..Putih untuk kesendirian..Abu2 untuk kehangatan..Dan Biru untuk kesedihan..Ah, tidak, tepatnya kehilangan..” ]


GGRT.


Khania mencengkram erat ponselnya.
Ia baru saja mengetik sederet nomor yg selalu dihapalnya.
Tapi rasa keraguan selalu muncul setiap detik-detik terakhir kata hatinya.
Takut.
Ia takut.

  “Adit..Bisakah kau beritahu aku warna untuk setiap rasa takut yg selalu muncul?” Gumam Khania berbisik.

Gadis cantik itu berdecak.
Ia segera menekan tombol Call dengan membuang rasa egonya.


TUUTT..TUUTT..


  “Hello?”


DEG!


KLIK!


  “Hahh..hahhh…hh”

Khania merasakan jantungnya berdebar-debar.
Jemarinya bergetar dan matanya membulat tidak percaya dengan apa yg baru saja dilakukannya.
Oh god..

Suara itu..
Suara bass dengan kelembutan yg tersemat itu..
Tidak pernah berubah..

Raditya..
Aku merindukanmu..

  “Hngh”

Gadis cantik itu menarik nafasnya dalam-dalam.
Menetralkan rasa gugup dan kacau yg menyeruak.
Ia benar-benar gugup.
Ya tuhan, ada apa dengannya?
Bukankah dulu ia tidak pernah seperti ini?
Bahkan mereka selalu menghabiskan waktu semalaman untuk mengobrol di telepon.

  [ “Hitam..” ]

Itu dia.
Bisikan itu.
Kali ini suara miliknya di masa lalu.

  [ “Kau tahu apa arti hitam kan Khania?” ]

Khania tersenyum kecut.
Mencoba mengingat sepotong percakapan mereka setahun yg lalu itu.

  [ “Hitam untuk keputusan yg mendalam..Akhir dari sebuah hubungan..Tentu saja..” ]


GGRT.


Khania mencengkram erat pinggiran beranda kamarnya itu.
Ia menggigit bibirnya yg bergetar.

  [ “Kenapa kau melakukannya? Apa alasanmu?” ]

  [ “Aku tidak tahu..Aku hanya merasakan warna Hitam yg sedang mendominasi hidupku. Dan aku tahu ini keputusan yg tepat..Aku ingin hubungan kita berakhir disini..Sekarang..Di hadapan laut malam hari dengan warna yg sama..Hitam..” ]

  [ “Baiklah..” ]

  [ “Dit?” ]

  [ “Aku mengerti..Walaupun aku tidak tahu alasan sebenarnya yg tersembunyi..Tapi sebelum itu, maukah kau mengingatnya? Kalau setiap Hitam yg hadir, akan dikerubungi oleh Biru..You’ll singing ur blues, baby..” ]

  [ “Aku tahu apa yg kuputuskan, Adit..Tidak apa..Warna biru tidak akan hadir selamanya, aku lebih memilih Beige terlebih dahulu..Warna kulit..Warna kerinduan..” ]

  [ “Pilihanmu milikmu, sayang..Aku selalu menyimpan Merah hanya untukmu..” ]


  “Hiks..”

Gadis cantik itu mengutuki dirinya sekarang.
Ia terduduk membelakangi beranda kamarnya.
Tangisnya kembali tumpah.

  “Aku tidak pernah tahu..Kalau rasanya akan sesakit ini..Hiks..”

Khania menggumam dalam hati.
Aku memutuskan hubungan kita waktu itu bukan karena alasan.
Bukan karena warna Hitam.
Tapi karena Ibumu yg memintaku untuk melepasmu.
Ia tidak ingin kau menolak beasiswa di London karena aku.
Maaf..


-------


  “Gyeouli gago, Bomi chajaojyo..Urin sideulgo geurium soge, Mami meongdeureotjyo..I’m singing my Blues~ Paran nunmure---

  “Kenapa dimana-mana terdengar lagu itu?” Keluh Khania mulai kesal.

Vanesha mengangkat bahunya.
Ia memutar pandangannya ke seluruh kantin, mencari kursi yg kosong.

  “Kenapa kau protes? Bukankah kau sendiri senang memutar lagu ini eoh?” Ujar gadis imut itu menggiring Khania menuju meja yg ditemukannya.

Khania mendesah.
Ia segera duduk di hadapan Vanesha dan memandangi menu kantin.

  “Kurasa aku sedang memasuki tahap Putih”

  “Hah?”

  “Lupakan”

Gadis imut itu mengerucutkan bibirnya.
AISH.

  “Aku bingung dengan kalian, kau dan Adit, selalu berbicara menggunakan bahasa pelangi, merah, biru, jingga, AISH, benar-benar” Omel Vanesha kesal.

Khania terkekeh geli.
Ia menulis pesanannya di atas kertas yg tersedia.

  “Itu bahasa kehidupan, Aprilia Vanesha, bukan pelangi, ada banyak warna yg mendominasi hidup ki---”

  “Ya ya ya, teruslah berbicara seperti itu, ceramahi saja aku, jangan pernah bosan!”

  “Hehehe, kau lucu, Nesh!”

  “Aku memang selalu lucu ania? Kalau tidak mana mungkin Dosen baru itu mendekatiku”

  “Aish”

  “Hahahaha”

Gadis imut itu menyesap minuman yg dibawanya sejak tadi.
Mengacuhkan Khania yg menerawang melihat ponselnya.

  “Lihat apa?”


EOH?


Khania mengangkat wajahnya.
Ia tersenyum kecil.

  “Foto”

  “Adit?”

  “Um..”

  “Ck, jujur saja kenapa? Kalau memang kau merindukannya, katakan saja, memangnya aku siapamu hah?”

  “Yaaa yaaa, aku merindukan Adit, puas?”

  “Hahaha”

Ck.
Gadis cantik itu mempoutkan bibirnya seraya menutup kembali flip ponselnya.


-------


BRAKK!!


  “Adit!”

Wanita bermata tajam itu membesarkan matanya kaget.
Menatap putra tunggalnya yg melempari seluruh barang yg ada.

  “Mama kejam!!” Jerit Adit emosi.

Nyonya Pratama tidak merespon.
Ia menarik nafasnya dan menolehkan pandangannya.

  “Ini semua Mama lakukan karena kau, Adit! Mama peduli dengan masa depanmu!”

  “Tapi Mama tidak pernah peduli dengan rasa sakit di hatiku right?”

  “Adi---”

  “Please Mom..Kenapa? Aku mencintai Khania..Sangat!”

  “Khania tidak pernah bermasalah dengan hal itu, ia menerima semuanya---”

  “OF COURSE SHE ACCEPT IT!! MAMA MENGANCAMNYA!!”


UKH!

Nyonya Pratama mengalihkan pandangannya.
Oh shit.

  “Mama hanya ingin yg terbaik untukmu, Adit”

  “Hanya Khania yg bisa membuatku merasa lebih baik dari apapun itu, ma”

  “Mama bukan---”

  “ENOUGH! Aku akan pergi siang ini juga”

  “RADITYA NUGRAHA PRATAMA!”

  “APA?? BELUM PUASKAH MAMA?? AKU TERPERANGKAP DI DALAM WARNA BIRU SETIAP DETIK KARENA MAMA!! IM SINGING MY BLUES WITH MY SICKNESS!!!”


BLAMM!!


Wanita bermata tajam itu terdiam.
Nafasnya tercekat.
Ia menoleh memandang suaminya yg tidak bersuara sejak tadi.

  “Let him go, baby..Adit sudah menyelesaikan studinya hanya dalam waktu 8 bulan, ia mengambil program percepatan, bukankah itu cukup?” Ujar sang suami tersenyum.

Nyonya Pratama mengusap wajahnya.
Ia terduduk di sofa.

  “Bukankah kau sendiri tahu makna dari warna yg ia sebutkan hm? Jangan bilang kau melupakan siapa wanita tercantik yg mengajarinya tentang warna dalam hidup”

  “Aish”

Wanita bermata tajam itu terkekeh kecil.
Ia menepuk bahu suaminya dengan gemas dan menyandarkan wajahnya di bahu bidang lelaki  bermata tegas itu.

  “Jingga..Aku melakukannya karena seluruh Jinggaku untuknya, sayang..”

  “Aku tahu sayang, aku mencintaimu”

  “So do I


-------


Khania mengeluh dari tidurnya.
Ia baru saja menyelesaikan tugas dari dosen baru itu!
Oh come on, Sejarah Virginia itu benar-benar membuat dirinya akan muntah sebentar lagi.

Dan siapa manusia tidak tahu rotasi waktu saat ini eoh?!
Menggedor pintu apertementnya di dini hari buta.
AISH.
Benar-benar.

  “Khaniaaaaaaaaaa, cepat dibukaaaaaa”

  “Argh”

Sekarang gadis imut ini membuatnya sangat iri.
Bagaimana tidak?
Ia harus bangkit dari tidur nyenyaknya dan berjalan menuju pintu depan sementara sepupu kecilnya ini berbaring nyaman di atas ranjang.

  “Demi Tuhan, akan kugoreng orang yg mengetuk pintu itu!” Rutuk Khania emosi.


DOK DOK DOK DO---


CKLEK!!


  “YAH!! Apa kau tidak tahu jam be---”


DEG.


DEG DEG DEG.


  “Hei”

Oh my.
Katakan ini mimpi.
Ania, ini bukan mimpi kan?

  “A—Adit?” Lirih Khania bergumam.

Mata bulatnya membesar seraya menangkup mulutnya dengan kedua telapak tangan yg mengatup.
Jantungnya berdebar-debar tidak percaya.
Menatap lelaki tampan yg mengenakan jaket tebal berwarna Abu-abu.

  “Kenapa menangis?” Tanya Adit tersenyum.

Mengelus pipi Khania yg mulai basah.

  “Aku tidak menangis! Aku tertawa!!” Jerit Khania terisak.

Gadis cantik itu segera merengkuh tubuh Adit.
Memeluknya dengan posesif yg sangat erat.

  “Im tired..Im bored..Always singing my blues everysecond..” Bisik Khania.

  “Apa kubilang? Setelah Hitam pasti ada biru” Ujar Adit terkekeh.

  “Ish! Kau ini! Tidak bisakah romantis sedikit saja? Aku menunggumu selama setahun! Merindukanmu selama 12 bulan! Menantimu selama 365 hari! Dan aku---mppphhh”

Lelaki tampan itu mengelus lembut tengkuk Khania.
Ia membuka mulutnya meraup bibir cherry mungil itu.
Kemudian ia menghisapnya lembut seraya melumatnya atas bawah bergantian.

  “Sudahkah aku romantis?”

  “ISH!!”

  “Aku tahu kau menyukainya, sayang..Kenapa kau selalu seperti ini hm?”

  “I Miss You..Huks..

  “Ssshh”

  “U..Ibumu mengancamku..Hiks..Aku..Aku tidak tahu---”

  “Aku mencintaimu”

Khania terdiam.
Ia menatap Adit dengan air matanya yg terus mengalir.

  “Aku juga..”

Lelaki tampan itu tersenyum kecil.
Oh see?
Tidak butuh banyak kata untuk mengungkapkan semuanya.
Semuanya tergabung dalam satu warna yg terus dijaga seperti janjinya setahun yg lalu.

Merah.

Merah.

Merah.

  “Mamaku memang sangat egois, tapi ia melakukan ini untukku”

  “Hmm”

  “Apa yg kau rasakan?”

  “Tidak ada”

  “Ck, kau memulai kebohonganmu lagi”

  “Tidak”

  “Yasudah, aku akan bertanya pada Vanesha, APRILIA VAN---”

  “BIRU!!”

  “Eoh?”

  “Biru, biru, biru, biru, hijau, hijau, biru, ungu, abu-abu, biru, biru, putih, jingga, jingga, biru, merah, jingga, merah, merah, beige, beige, merah, merah, dan merah..”


HMP.


Lelaki tampan itu menarik senyumnya.
Ia mengelus lembut wajah cantik yg sembab itu.

  “Boleh kuartikan?”

  “Bisakah kau mengingatnya? Itu cukup banyak, ada banyak war---”

  “Kehilangan, kehilangan, kehilangan, kehilangan, kelembutan, kehilangan, ego, kehangatan, kehilangan, kehilangan, kesendirian, kasih sayang, kasih sayang, kehilangan, cinta, kasih sayang, cinta, cinta, rindu, rindu, cinta, cinta, dan cinta..”

  “I’ll never singing my blues again, kau janji tidak akan pergi lagi dariku?”

  “Seharusnya aku yg bertanya, kau janji tidak akan berkorban untukku lagi?”


AISH.


Khania berdecak kecil.
Ia mengangguk.
Kemudian ia berjinjit dan mengecup hidung mancung Adit.

  “Merah” Bisiknya lembut.

  “Aku mencintaimu, Raditya Nugraha Pratama..Tanpa warna biru yg mendominasi..”


END.

-BigBang, Blue-

By: Shella

Ps: maaf kalo jelek >,< 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar