-Muhammad Ghiffari Ryoza-
Atlantis, Atalantis, atau Atlantika (bahasa Yunani: Ἀτλαντὶς νῆσος, “pulau Atlas“) adalah pulau legendaris yang pertama kali disebut oleh Plato dalam buku Timaeus danCritias.
Dalam catatannya, Plato menulis bahwa Atlantis terhampar “di seberang pilar-pilar Herkules“, dan memiliki angkatan laut yang menaklukan Eropa Barat dan Afrika 9.000 tahun sebelum waktu Solon, atau sekitar tahun 9500 SM. Setelah gagal menyerang Yunani, Atlantis tenggelam ke dalam samudra “hanya dalam waktu satu hari satu malam”.
ATLANTIS adalah legenda, Atlantis adalah
misteri, dan Atlantis selalu mengundang pertanyaan. Benua yang disebut
sebagai taman eden atau surga itu diyakini menjadi pusat peradaban dunia
pada zaman es.
Meskipun manusia sudah mencari sisa-sisa
keberadaan kota ini selama ratusan tahun dan lebih dari 5.000 buku
mengenai Atlantis diterbitkan, tidak ada satu pun yang bisa memastikan
di mana sebenarnya Atlantis berada dan benarkah Atlantis itu memang ada
atau hanya dongeng yang dikisahkan filsuf Yunani, Plato. Ratusan
ekspedisi yang menjelajahi Siprus, Afrika, Laut Mediterania, Amerika
Selatan, Kepulauan Karibia hingga Mesir untuk mencari jejak Atlantis pun
belum memperoleh bukti valid di mana surga Atlantis berada.
Setelah puluhan wilayah sebelumnya tidak
juga memberi bukti valid, Indonesia kini disebut-sebut sebagai tempat
Atlantis sesungguhnya, sebuah surga dunia yang tenggelam dalam waktu
sehari semalam. Di antara begitu banyak pakar yang meyakini Atlantis
berada di Indonesia adalah Profesor Arysio Santos.
Geolog dan fisikawan nuklir asal Brasil ini melakukan penelitian selama
30 tahun untuk meneliti keberadaan Atlantis. Lewat bukunya, Atlantis: The Lost Continent Finally Found,
Santos memberikan sejumlah paparan serta analisisnya. Santos menelusur
lokasi Atlantis berdasarkan pendekatan ilmu geologi, astronomi,
paleontologi, arkeologi, linguistik, etnologi, dan comparative
mythology.
Menurut Santos, tidak kunjung
ditemukannya jejak Atlantis karena orang-orang mencari di tempat yang
salah. Mereka seharusnya mencari lokasi tersebut di Indonesia karena
berbagai bukti yang kuat mendukung hal tersebut. Pendapat Santos ini
memang masih diperdebatkan mengingat hingga kini belum ada ekspedisi
khusus untuk mencari lokasi Atlantis di kepuluan Indonesia. Dalam
keyakinan Santos, Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian
selatan dari India bagian selatan, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan,
dan Paparan Sunda.
Santos meyakini benua menghilang akibat
letusan beberapa gunung berapi yang terjadi bersamaan pada akhir zaman
es sekira 11.600 tahun lalu. Di antara gunung besar yang meletus zaman
itu adalah Gunung Krakatau Purba (induk Gunung Krakatau yang meletus
pada 1883) yang konon letusannya sanggup menggelapkan seluruh dunia.
Letusan gunung berapi yang terjadi bersamaan ini menimbulkan gempa,
pencairan es, banjir, serta gelombang tsunami sangat besar. Saat gunung
berapi itu meletus, ledakannya membuka Selat Sunda. Peristiwa itu juga
mengakibatkan tenggelamnya sebagian permukaan bumi yang kemudian disebut
Atlantis.
Bencana mahadahsyat ini juga
mengakibatkan punahnya hampir 70 persen spesies mamalia yang hidup pada
masa itu, termasuk manusia. Mereka yang selamat kemudian berpencar ke
berbagai penjuru dunia dengan membawa peradaban mereka di wilayah baru.
“Kemungkinan besar dua atau tiga spesies manusia seperti ‘hobbit’
yang baru-baru ini ditemukan di Pulau Flores musnah dalam waktu yang
hampir sama,” tulis Santos. Sebelum terjadinya bencana banjir itu,
beberapa wilayah Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Nusa
Tenggara diyakini masih menyatu dengan semenanjung Malaysia serta Benua
Asia.
Berdasarkan cerita Plato, Atlantis
merupakan negara makmur yang bermandi matahari sepanjang waktu. Dasar
inilah yang menjadi salah satu teori Santos mengenai keberadaan Atlantis
di Indonesia. Perlu dicatat bahwa Atlantis berjaya saat sebagian besar
dunia masih diselimuti es di mana temperatur bumi kala itu diperkirakan
lebih dingin 15 derajat Celsius daripada sekarang. Wilayah yang bermandi
sinar matahari sepanjang waktu pastilah berada di garis khatulistiwa
dan Indonesia memiliki prasyarat untuk itu. Dalam cerita yang dituturkan
Plato, Atlantis juga digambarkan menjadi pusat peradaban dunia dari
budaya, kekayaan alam, ilmu/teknologi, bahasa, dan lain-lain.
Plato juga menceritakan negara Atlantis
yang kaya dengan bahan mineral serta memiliki sistem bercocok tanam yang
sangat maju. Merujuk cerita Plato, wilayah Atlantis haruslah berada di
daerah yang diyakini beriklim tropis yang memungkinkan adanya banyak
bahan mineral dan pertanian yang maju karena sistem bercocok tanam yang
maju hanya akan tumbuh di daerah yang didukung iklim yang tepat seperti
iklim tropis. Kekayaan Indonesia termasuk rempah-rempah menjadi
kemungkinan lain akan keberadaan Atlantis di wilayah Nusantara ini.
Kemasyhuran Indonesia sebagai surga rempah dan mineral bahkan kemudian
dicari-cari Dunia Barat.
Menurut Santos, pulau-pulau di Indonesia
yang mencapai ribuan itu merupakan puncak-puncak gunung dan
dataran-dataran tinggi benua Atlantis yang dulu tenggelam. Satu hal yang
ditekankan Santos adalah banyak peneliti selama ini terkecoh dengan
nama Atlantis. Mereka melihat kedekatan nama Atlantis dengan Samudera
Atlantik yang terletak di antara Eropa, Amerika dan Afrika. Padahal pada
masa kuno hingga era Christoper Columbus atau sebelum ditemukannya
Benua Amerika, Samudra Atlantik yang dimaksud adalah terusan Samudra
Pasifik dan Hindia.
Sekali lagi Indonesia memiliki syarat untuk itu karena Indonesia berada di antara dua samudera tersebut.
Jika terdapat begitu banyak kemungkinan Indonesia menjadi lokasi
sesungguhnya Atlantis lalu, mengapa selama ini nama Indonesia jarang
disebut-sebut dalam referensi Atlantis? Santos menilai keengganan Dunia
Barat melakukan ekspedisi ataupun mengakui Indonesia sebagai wilayah
Atlantis adalah karena hal itu akan mengubah catatan sejarah tentang
siapa penemu perdaban. Dengan adanya sejumlah bukti mengenai keberadaan
Atlantis di Indonesia maka teori yang mengatakan Barat sebagai penemu
dan pusat peradaban dunia akan hancur.
“Kenyataan Atlantis (berada di Indonesia)
kemungkinan besar akan mengakibatkan perlunya revisi besar-besaran
dalam ilmu humaniora, seperti antropologi, sejarah, linguistik,
arkelogi, evolusi, paleantropologi dan bahkan mungkin agama,” tulis
Santos dalam bukunya. Selain Santos, banyak arkeolog Amerika Serikat
yang juga meyakini Atlantis adalah sebuah pulau besar bernama Sunda Land
yang luasnya dua kali negara India. Daratan itu kini tinggal Sumatra,
Jawa dan Kalimantan. Salah satu pulau di Indonesia yang kemungkinan bisa
menjadi contoh terbaik dari keberadaan sisa-sisa Atlantis adalah Pulau
Natuna, Riau.
Berdasarkan penelitian, gen yang dimiliki
penduduk asli Natuna mirip dengan bangsa Austronesia tertua. Rumpun
bangsa Austronesia yang menjadi cikal bakal bangsa-bangsa Asia merupakan
sebuah fenomena besar dalam sejarah keberadaan manusia. Rumpun ini kini
tersebar dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di Timur. Rumpun
bangsa ini juga melahirkan 1.200 bahasa yang kini tersebar di berbagai
belahan bumi dan dipakai lebih dari 300 juta orang. Yang menarik, 80
persen dari rumpun penutur bahasa Austronesia tinggal di Kepulauan
Nusantara Indonesia. Namun, pendapat Santos dkk yang meyakini bahwa
Atlantis berada di Indonesia ini masih harus dikaji karena kurang
dilengkapi bukti-bukti.
Andaikata Santos benar, bahwa Atlantis yang hilang berada di wilayah Indonesia, lalu apa yang akan kita perbuat? Berbangga diri?
Masyarakat dengan sumber daya yang
berlimpah maka akan cenderung malas dan bodoh, karena tongkat kayu dan
batu saja bisa menjadi tanaman. Sehingga mereka terlena oleh kekayaan
dan kebodohannya. Ini merupakan bom waktu yang akan memutar ulang
sejarah kehancuran Atlantis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar